Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau dalam Focus Group Discussion (FGD) Pelaksanaan Neraca Penatagunaan Tanah Sektoral Perkebunan secara daring

Jakarta – Penatagunaan tanah merupakan hal penting dalam menyelenggarakan peruntukan dan ketersediaan tanah bagi masyarakat serta salah satu kewajiban negara dalam menguasai tanah. Oleh sebab itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penataan Agraria, tengah menyusun rencana umum terkait penatagunaan tanah yang jelas tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau dalam Focus Group Discussion (FGD) Pelaksanaan Neraca Penatagunaan Tanah Sektoral Perkebunan secara daring dan luring bersama jajaran Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian di Hotel Ashley Jakarta, Senin (25/10/2021).

Menurutnya, kegiatan ini strategis karena bersentuhan dengan kemakmuran serta kepentingan rakyat sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Penyusunan Neraca Penatagunaan Tanah ini dipastikan sebagai dasar untuk mengelola atau menggunakan tanah secara baik. Dalam pengertian ini, penggunaan tanah dilakukan secara efektif, efisien, berhasil guna, dan berdaya guna. Tentunya kalau ini dilakukan secara baik maka produktivitas pengelolaan tanah itu juga terbaik, pada akhirnya bisa memakmurkan rakyat,” ujar Andi Tenrisau.

Dirjen Penataan Agraria menyebutkan, Neraca Penatagunaan Tanah disusun secara berurutan antara lain untuk kepentingan negara; kepentingan peribadatan atau tempat-tempat ibadah; pusat-pusat kegiatan masyarakat termasuk sosial budaya; perkembangan kegiatan perkebunan, pertanian, perikanan; serta perkembangan kegiatan industri, transmigrasi, dan mineral atau pertambangan.

“Dengan melihat hal tersebut, maka jelas kegiatan ini sangat penting bahkan sangat strategis karena bersentuhan untuk kepentingan masyarakat banyak dan amanat UUD 1945,” tuturnya.

Penyusunan Neraca Penatagunaan Tanah, khususnya sektor perkebunan, harus berimbang antara ketersediaan tanah dan kebutuhan di sektor perkebunan.

Hal ini dilakukan dengan tiga tahapan, yakni bagaimana ketersediaan tanah di suatu wilayah untuk kegiatan kawasan tertentu, sejauh mana perubahan yang terjadi dalam periode waktu tertentu, dan terakhir berdasarkan analisa ke arah mana penggunaan tanah kita harus wujudkan.

“Dengan cara itu, kemudian harapannya semua kegiatan penyediaan tanah bisa diakomodir di semua sektor,” tegas Andi Tenrisau.

“Dengan adanya data Neraca Penatagunaan Tanah ini, kita bisa manfaatkan untuk kegiatan pengendalian penggunaan tanah. Kita tahu sekarang bahwa dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dengan Peraturan Pemerintah (PP) turunannya, kita diwajibkan untuk mengarahkan ke arah mana suatu bidang tanah itu digunakan. Ada Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), kemudian di dalamnya ada aspek pertimbangan teknis pertanahan. Nah, di situlah pentingnya data ini kita pakai. Bukan saja untuk pengarahan dalam menggunakan tanah, tetapi semua sektor memerlukan data ini,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penatagunaan Tanah, Sukiptiyah menyampaikan bahwa sektor perkebunan berkontribusi cukup signifikan dalam perekonomian dan pertumbuhan ekonomi.

“Melalui kegiatan ini, output yang diharapkan ialah adanya update penggunaan tanah perkebunan berdasarkan komoditas unggulan provinsi, update gambaran umum penguasaan/pemilikan tanah atas penggunaan tanah perkebunan, kesesuaian penggunaan tanah perkebunan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR), serta ketersediaan tanah untuk kegiatan/investasi sektor perkebunan,” jelasnya.