Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan

JAKARTA – Anggota DPR RI, Johan Rosihan meminta pemerintah segera mengevaluasi kinerja perpajakan di tanah air, pasalnya pendapatan perpajakan tahun 2020 turun sebesar 16,88% dibanding tahun 2019 lalu.

Menurutnya dengan penurunan ini pemerintah mesti kerja keras dan tidak boleh membuat kebijakan perpajakan yang menciderai keadilan dan memberatkan beban ekonomi rakyat seperti rencana PPN sembako dan PPN sekolah.

“Saya minta pemerintah mesti evaluasi kinerja perpajakan karena ternyata pada tahun 2019 lalu penerimaan PPN bisa mencapai Rp 655,4 Triliun tanpa harus berwacana pengenaan PPN Sembako,” papar Johan setelah mengikuti Rapat Paripurna yang salah satu agendanya Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas laporan Keuangan pemerintah pusat tahun 2020 di Gedung Parlemen, Senayan Jakarta (Selasa, 22/6/2021 ).

Anggota Komisi IV DPR ini juga menjelaskan agar pemerintah melakukan evaluasi terkait rencana pengenaan PPN Pangan Pokok, hal ini karena situasi data pangan di Indonesia masih amburadul sehingga rencana penerapan multitarif PPN sembako akan sangat sulit diterapkan.

“Karena biaya administrasi pemungutannya akan jadi lebih mahal. Salah satu indikator dari data pangan kita bermasalah adalah carut-marutnya data impor pangan dan belum terwujudnya kesatuan data tentang kondisi pangan nasional,” ujar Johan.

Selain itu, legislator dari NTB ini melihat bahwa sembako termasuk barang yang memiliki rantai pasok yang panjang serta sebagai sektor informal Pertanian.

Pemerintah mesti memahami bahwa rantai pasok pangan berbeda dengan rantai pasok produk dan jasa lainnya, karena perubahan yang terus-menerus dan signifikan terhadap kualitas produk pangan di seluruh rantai pasok hingga pada titik akhir produk tersebut di tangan konsumen.

“Jadi rantai pangan mengalir dari petani ke konsumen bergerak dalam rantai yang panjang dan untuk beberapa produk pangan memiliki karakter mudah rusak, busuk dan turun mutu, hal ini berakibat sulit mengendalikan pengawasan pajaknya jika diterapkan pengenaan pajak sembako,” urai Johan.

Politisi PKS ini menegaskan dampak PPN sembako akan berakibat kenaikan harga sembako yang mendorong inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat sehingga kemiskinan akan terus meningkat.

Lanjut kata legsilator asal NTB ini, kemiskinan yang terus meningkat akan menjadi beban berat bagi pemulihan ekonomi nasional dan pemerintah harus waspada dengan adanya defisit APBN sebesar Rp 947,7 Triliun atau sekitar 6,14% dari PDB karena tahun 2021 ini harus jadi pembuktian untuk mencapai pemulihan ekonomi yang mencapai target 5,5%.

“Hal ini urgent menjadi perhatian pemerintah agar rakyat jangan dibebani dengan pajak sembako demi stabilitas ekonomi nasional,” tutur Johan.

Johan menambahkan terkait hasil riset yang menunjukkan bahwa 73% kontributor garis kemiskinan berawal dari bahan pangan, artinya jika harga sembako naik maka jumlah penduduk miskin pasti bertambah.

“Jangan sampai terjadi ketahanan pangan kita semakin lemah akibat rencana pengenaan pajak sembako ini,” ujarnya.

Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa ini juga mengungkapkan berdasarkan LHP BPK RI disimpulkan bahwa transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan keuangan negara selama pandemik ini tidak sepenuhnya tercapai, bahkan manajemen bencana tidak sepenuhnya efektif.

‘Saya memberikan catatan kepada pemerintah agar memperkuat akuntabilitas manajemen bencana selama masa pandemic terutama bantuan sembako agar memiliki dampak signifikan terhadap penguatan ketahanan pangan nasional, sebab selama ini ternyata kebijakan bantuan sembako tidak berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan terutama di daerah rentan rawan pangan,” tutup Johan Rosihan.

Reporter: Agung Nugroho