Sukabumi- Pemerintah telah berupaya untuk menjalankan program strategis melalui Reforma Agraria hadir untuk mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang sejatinya akan memberikan harapan baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

Menilik sebelumnya pada UU Pokok Agraria tahun 1960, terdapat tiga tujuan mulia yang ingin dicapai: Pertama, Menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan, Kedua, Menyelesaikan konflik agraria, dan Ketiga menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan.

Pemerhati dan pengamat pertanahan Hery Sarmanto, SH mengungkapkan perlunya peningkatan dalam pengawasan dalam implementasi dilapangan.

” Sejak dulu land reform sudah dilakukan. Pada era awal pemerintahan Presiden Soekarno, pemanfaatan tanah terutama untuk perkebunan dan pertanian sudah dilakukan,dengan diterbitkan Undang-Undang Pokok Agraria,” ujarnya melalui keterangan rilis, Sukabumi Selasa (14/9)

Hery Sarmanto menjelaskan, UUPA memiliki ruh pemanfaatan tanah bagi kesejahteraan masyarakat,land reform sebagai jantung dalam UUPA, masyarakat Indonesia yang sebagian besar itu adalah masyarakat agraris sudah semestinya bukan buruh tani tapi sebagai pemilik lahan,sampai sekarang pun masyarakat masih sebagian besar sebagai buruh tani.

Berbagai kebijakan terkait reforma agraria telah di terbitkan pemerintah terutama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Diketahui, lanjut kata dia, Presiden Jokowi sudah sangat tepat mengeluarkan berbagai kebijakan terkait reforma agraria, contoh di Jawa Barat ini sekitar 85% tanahnya berstatus Hak Guna Usaha (HGU), misalnya tanah-tanah HGU dan dalam kondisi penelantaran atau absentie harus segera dibebaskan oleh pemerintah atau dimasukkan dalam program land reform.

“Bagi pihak swasta yang memiliki misi bagi kesejahteraan masyarakat yang akan melepaskan HGU-nya dengan harga murah atau harga modal yang akan dibagikan masyarakat,nah akhirnya masyarakat menjadi petani yang memiliki lahan bukan buruh tani, jadi goals-nya masyarakat menjadi petani sekaligus pebisnis itu endingnya,” tambahnya

Terkait tanah berstatus HGU, Hery Sarmanto menegaskan sudah seharusnya tidak ada intrik-intrik lagi dari pihak birokrasi atau eksekutor dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Tanah berstatus HGU yang sudah berstatus terlantar atau absentia yang tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak nya harus segera di-land reform-kan, HGU untuk perkebunan dan pertanian bahkan perhutanan ada 5 tingkatan tingkat 1,2 dan 3 okelah tapi jika sudah berada pada tingkat 4 sudah ada indikasi terlantar bahkan tingkat 5 tanah ini sudah dalam status absentie, harus sudah dikuasai oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat untuk dimanfaatkan,”umgkapnya

Tanah HGU dalam status tingkatan tersebut diatas, Hery Sarmanto menegaskan fungsi pengawasan yang dilakukan terutama di tingkat provinsi dan kabupaten melalui instansi Dinas Perkebunan dan Pertanian harus segera mengambil tindakan, seperti langkah hukum dengan pemberian somasi,

“Hei, tanahmu sudah dalam status tingkat 4 bahkan tingkat 5 kami (pemerintah) akan tarik, para pemegang hak selalu mengatasnamakan hak prioritas,masa 30 tahun masih hak prioritas apalagi tanahnya tidak dimanfaatkan sesuai peruntukkan,ini harus diambil oleh negara,sesuai dengan Undang-Undang,” bebernya

Hery Sarmanto yang sudah menjalankan tugas selama kurang lebih 25 tahun sebagai praktisi pertanahan mengatakan, “Law Enforcement atau penegakkan hukum terhadap adanya oknum yang menghambat proses birokrasi padahal sudah jelas dalam berbagai peraturan,ini yang menghambat proses land reform, padahal Undang Undang Cipta Kerja (UUCK) salah satunya bertujuan memangkas birokrasi,” ujarnya

Menutup perbincangannya, Hery Sarmanto yang berniat maju dalam pencalonan sebagai anggota DPR RI mengatakan,saya tidak pernah tertarik politik pada awalnya, tetapi sebagai praktisi pertanahan yang selalu berinteraksi dengan birokrasi pertanahan.

“Dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) masih ada terjadi hal-hal yang seharusnya tidak terjadi pada zaman sekarang ini, dengan adanya oknum-oknum tersebut dan terus berlangsung hingga selalu berbenturan,” tambahnya

Menurutnya intrik-intrik untuk kepentingan kepentingan pribadi dalam birokrasi pertanahan sontak membuat saya untuk mengatakan yang sebenarnya dengan tujuan untuk membenahi hal ini.

“Lembaga legislatif dalam hal ini DPR RI memiliki fungsi sebagai pembuat Undang-Undang bersama pemerintah,pengawasan dan budgeting (pengaturan anggaran) inilah yang akan mengawal terutama pada isu pertanahan untuk kepentingan masyarakat, jelas saya tidak mencari materi untuk niat menjadi legislator,saya sudah berada di zona nyaman, tidak ada maksud yang lain.”tegasnya.