Ilustrasi kawasan Pecinan. (Foto: Net)

Eranasional.com – Istlilah Pecinan dikenal sebagai sebutan untuk wilayah tempat pemukiman masyarakat keturunan etnis Tionghoa. Yang jadi pertanyaan, bagaimana awal mulanya nama tersebut diberikan?

Biasanya, Pecinan terletak di tengah-tengah kota yang identik berbagai elemen berwarna merah. Pecinan juga sering menjadi lokasi perayaan Hari Raya Imlek, seperti ibadah sembahyang di Klenteng,acara Cap Go Meh, festival lampion, hingga pertunjukan barongsai.

Berikut serba-serbi Pecinan:

Dikutip dari situs Balai Arkeologi Jawa Barat, Pecinan adalah pemukiman masyaraat etnis Tionghoa di Indonesia yang telah ada jauh sebelum bangsa Eropa datang ke Nusantara. Utamanya, Pecinan berada di bandar-bandar perdagangan sepanjang pesisir utara Pulau Jawa.

Selain sebagai hunian masyarakat etnis Tionghoa, Pecinan juga menjadi pusat perekonomian kota. Hal ini dikarenakan banyaknya pedagang di kawasan itu.

Asal-usul Pecina di Indonesia

Pecinan tumbuh pesat setelah kedatangan bangsa Eropa. Perkembangan Pecinan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh strategi kebijakan politik dan ekonomi pemerintahan Kolonial Belanda saat itu.

Meskipun demikian, unsur-unsur filosofi budaya, tradisi, dan warna religius etnis Tionghoa tetap terlihat. Begitu juga ketika memasuki era modern, masih ada bangunan-bangunan lama dengan plafon tinggi dan jendela besar, serta atap yang melengkung merupakan khas rumah warga etnis Tionghoa era lama.

Pemukiman di Pecinan dibagi ke dalam blok-blok, dan setiap blok dipisahkan oleh jalan kecil.

Rumah-rumah di Pecinan umumnya tidak memiliki perkarangan sehingga terlihat terintegrasi dengan jalan raya.

Ciri Khas Bentuk Rumah di Pecinan

Tata ruang pada bangunan di Pecinan dipengaruhi oleh lokasinya yang memiliki fungsi sebagai pemukiman sekaligus daerah perdagangan.

Penataan rumah tinggal di Pecinan dengan arsitektur khas Tionghoa cenderung simetris dengan ruang terbuka.

Biasanya, sebuah rumah terdiri dari tiga pelataran yang jika dilihat dari susunan massa yang terbentu, akan nampak susunan atap yang semakin tinggi ke belakang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bangunan, maka semakin penting makna dan fungsi sebagai bangunan utama.

Gaya khas arsitektur etnis Tionghoa dapat dilihat dari bagian atap bangunan. Umumnya, atap dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agar tampak berbidang besar pada bagian ujung bubungan berbentuk kipas.

Filosofi Klenteng di Kawasan Pecinan

Klenteng di Pecinan tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun juga digunakan untuk keperluan masyarakat. Klenteng adalah sarana untuk menanamkan dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya pada antar generasi etnis Tionghoa.

Arsitektur khas bangunan suci etnis Tionghoa terletak pada atap. Bentuk atap pada setiap bangunan klenteng tidak selalu sama.

Atap klenteng umumnya berbentuk landai, bergenteng dan dihias dengan indah. Sudut-sudut atap melengkung ke atas dengan ujung-ujungnya dihiasi dengan naga dan gambar-gambar yang terbuat dari porselin.

Hiasan itu merupakan ornamen klenteng sebagai bentuk pemuasan kebutuhan religi serta sarana penyampaian konsep ajaran dan falsafah dalam komunitas masyarakat Tionghoa. Kawasan Pecinan di Indonesia memiliki empat jenis klenteng, yaitu:

– Klenteng Buddhis

– Klenteng Taois

– Klenteng Kejuruan

– Klenteng Peringatan.