Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta

Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan empat kementerian akan mengeroyok perusahaan tambang yang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah. Terutama mengejar pajak sebesar Rp4,3 triliun yang belum dibayar beberapa perusahaan tambang.

Gerakan KPK dan empat kementerian ini yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), Kementerian ESDM, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, ditambah dengan Ombudsman, disepakati setelah rapat koordinasi dalam rangka tindak lanjut penyelesaian penataan IUP.

“Ada lima kesimpulan, dan kesimpulan kelima adalah akan ada klarifikasi untuk tagihan Pendapatan Negara Bukan Pajak. Menurut catatan, ada Rp 4,3 triliun yang masih belum dibayar,” kata Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, saat rapat koordinasi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12).

Pahala melanjutkan, klarifikasi tunggakan ini akan diselesaikan bersama. Bagi perusahaan yang sudah tidak beroperasi tidak mengugurkan kewajibannya.

“Untuk perusahaan yang berganti nama guna menghindari kewajiban, akan dilacak siapa beneficial ownershipnya,” tuturnya.

Pahala menjelaskan, dalam rapat tersebut terungkap adanya kekisruhan data IUP yang tidak terintegrasi satu sama lain. Mulai dari berbagi data pertambangan, perusahaan, dan beneficial ownershipnya.

“Selanjutnya kami akan bakukan data satu peta informasi, kami keroyok untuk membenahi ini,” kata Pahala.

Karena itu didapatkan lima kesimpulan rapat. Selain yang sudah disebutkan di atas, empat kesimpulan lainnya yatu, pertama, penataan IUP akan diselesaikan berbasis propinsi. Rekomendasi IUP yang sudah terlambat akan diselesaikan oleh tim bersama. Sebab berdasarkan catatan yang ada, rekomendasi IUP yang sudah terlambat sebanyak 130 di Kalimantan Tengah, 8 di Aceh, dan 17 di Jawa Barat.

Kedua, untuk Surat Keputusan yang sudah habis dan non-CnC, per 31 Desember mendatang secara serentak akan dihentikan pelayanan ekspor impornya, oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Ketiga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak. Bagi entitas yang bermasalah atau ada kewajiban, kedua direktorat ini akan saling berbagi informasi.

Keempat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) akan turun ke propinsi untuk menyelesaikan IUP yang non CnC, tumpang tindih, atau sengketa.

Sementara itu, Dirjen AHU Kemenkumham, Fredi Haris, mengatakan kacaunya IUP mencederai hak-hak negara. Ia mengatakan sudah lama sadar ada hak negara di balik penunggakan IUP. “Kami siap memblokir,” kata Fredi.

Rapat yang digelar secara terbuka ini, dihadiri oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Fredi Haris, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, lembaga swadaya masyarakat, dan perwakilan masyarakat sipil.