Jakarta – Perwujudan tujuan besar Reforma Agraria terus dimaksimalkan pemerintah. Salah satunya melalui penyusunan petunjuk pelaksanaan Reforma Agraria oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penataan Agraria. Pedoman yang disusun berupa tata cara pelaksanaan program Reforma Agraria melalui Penataan Aset, Penataan Penggunaan Tanah, dan Penataan Akses.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau mengingatkan bahwa sebagai pedoman tentunya harus disusun sesuai dengan arah kebijakan, hukum positif, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, ia mengatakan harus diingat juga dalam Undang-Undang Pokok Agraria, terdapat prinsip-prinsip yang harus dipedomani ketika menyusun pedoman pelaksanaan Reforma Agraria.
“Pertama prinsip nasionalisme atau kebangsaan. Kemudian yang lain adalah prinsip adanya ketentuan tentang landreform, ada juga prinsip pengakuan terhadap hak ulayat, prinsip perencanaan terkait pengelolaan sumber daya agraria, termasuk bagaimana fungsi sosialnya diterjemahkan,” kata Andi Tenrisau saat membuka kegiatan Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Reforma Agraria di Hotel Redtop, Jakarta, Rabu (06/10/2021).
Lebih lanjut, Dirjen Penataan Agraria menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, terdapat dua hal pokok dalam kegiatan utama Reforma Agraria, yakni penataan aset melalui legalisasi aset dan redistribusi tanah, serta penataan akses. Namun demikian, Andi Tenrisau melihat bahwa di dalam pelaksanaan Reforma Agraria, perlu dikembangkan juga dengan penataan penggunaan tanah.
“Ketika kita melakukan pengaturan kembali, kita juga harus melakukan pengaturan penggunaan dan pemanfaatan tanah, jadi memang hal ini tidak bisa dipisahkan. Tanah yang dimiliki itu harus digunakan secara baik, yang artinya efektif, efisien, berhasil guna, dan berdaya guna,” jelasnya.
Penataan penggunaan tanah, menurut Dirjen Penataan Agraria penting untuk diwujudkan dalam pelaksanaan Reforma Agraria ke depan. Jadi, semua unsur-unsur yang menjadi faktor bagaimana menggunakan tanah dengan baik itu menjadi bagian daripada penataan penggunaan tanah.
“Maksudnya bagaimana menggunakan sesuai dengan tata ruangnya, sesuai dengan arah penggunaan tanah, bagaimana kemampuan tanahnya bisa meliputi tinggi, lereng, drainase, kedalaman, dan lainnya. Ini penting menjadi bagian yang harus kita wujudkan dalam pedoman ini sehingga ketika kita melakukan penataan aset dan akses dapat menjadi lebih baik hasilnya,” ujar Andi Tenrisau.
Dalam hal penataan akses, Dirjen Penataan Agraria mengatakan bahwa objek dari penataan akses, yaitu kegiatan pemberdayaan tanah adalah tanah yang basisnya penguasaan pemilikan tanah. Ia melanjutkan, objek dari pemberdayaan masyarakat itu ada beberapa macam dan inilah yang menjadi parameter untuk mengatur objek yang harus dilakukan sentuhan pemberdayaan tanah.
“Oleh karena itu, secara linier pun kita harus berikan sentuhan pemberdayaan tanah ke semua objek TORA, termasuk juga PTSL dan tanah yang dikuasai badan hukum,” ucap Andi Tenrisau.
Hadir sebagai penanggap, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Hari Nur Cahya Murni. Dalam tanggapannya ia mengatakan, dalam melakukan penataan akses yang meliputi pemetaan krusial, peningkatan kapasitas kelembagaan, pendampingan usaha, peningkatan keterampilan, penggunaan teknologi tepat guna, fasilitas akses permodalan, pemasaran, dan penyediaan infrastruktur mendukung, perlu peran pemerintah daerah.
“Isu dalam pelaksanaan Reforma Agraria di daerah itu perlu peran Kepala Daerah. Jadi kolaborasi juga dibutuhkan dan harus lebih melibatkan pemda dari mulai penyusunan pedoman hingga pelaksanaannya,” ujar Hari Nur Cahya Murni.
Tinggalkan Balasan