Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra

Jakarta – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, menghadiri langsung kegiatan Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pilot Project Percepatan Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria dari Pelepasan Kawasan Hutan yang Dapat Dikonversi Tidak Produktif Berbasis Penataan Agraria Berkelanjutan di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, (14/10/2021).

Saat diwawancarai usai acara pembukaan, Wamen ATR/Waka BPN mengungkapkan kendala atas capaian redistribusi tanah yang dinilai masih belum maksimal.

Ia mengatakan dalam hal ini, keterlibatan 2 (dua) kementerian merupakan salah satu hambatan selama ini, di mana pemberian legalitas tanah bagi masyarakat adalah kewenangan Kementerian ATR/BPN, sedangkan lahan yang terdapat di kawasan hutan adalah kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Nah, ini barangkali semacam pecah telor. Kolaborasi efektif dari awal perencanaan sampai nanti kita eksekusi hingga monitoring. Ini pun baru pertama kali, belum pernah ada preseden terjadi begini,” ucap Surya Tjandra di hadapan awak media yang hadir.

Surya Tjandra lebih lanjut menuturkan harapannya bahwa melalui Rapat Koordinasi ini, tanah yang berasal dari Hutan Produksi Konversi (HPK) yang tidak produktif segera ditindaklanjuti, seperti pengecekan apakah sudah ada masyarakat di dalam kawasan tersebut, kemudian kegiatan masyarakat, hingga melihat potensi kegunaan tanahnya.

“Jadi nanti perencanaannya lebih rapi. Dari sini kemudian kita bisa bagi ke siapa yang butuh, apakah kelompok organisasi masyarakat, keagamaan, atau pemda. Ini memang lebih menyeluruh, lebih holistik dari awal perencanaan sampai nanti eksekusi, monitoring, hingga evaluasinya,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau, menjelaskan bahwa Reforma Agraria memiliki sifat lintas kelembagaan dalam implementasinya. Maka dari itu, diadakannya Rapat Koordinasi ini ialah sebagai bentuk implementasi kolaborasi antara kementerian, salah satunya dengan Kementerian LHK.

“Intinya ini adalah kita bersama mencari suatu model yang ideal supaya tanah yang berasal dari kawasan hutan, terutama yang dapat dikonversikan HPK tidak produktif, dipergunakan betul-betul. Bukan hanya dilakukan redistribusi, tetapi juga pemberdayaan sehingga harapannya tanah yang diberikan betul-betul digunakan secara efektif, efisien, berhasil guna, dan berdaya guna. Setelah itu, tentu harapannya bisa memakmurkan rakyat,” kata Andi Tenrisau.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK, Ruandha A. Sugardiman menyatakan dukungannya terhadap pilot project ini.

Menurutnya, hal inilah yang betul-betul ditunggu masyarakat. Berharap HPK yang tidak produktif, kemudian diredistribusikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan.

“Dengan pilot project ini, mudah-mudahan menemukan pola yang efektif sehingga redistribusi lahan dari kawasan hutan ini bisa tepat untuk masyarakat yang membutuhkan,” ujar Ruandha A. Sugardiman.

Lebih lanjut, Ruandha A. Sugardiman menjelaskan perbedaan prosedur antara pelaksanaan pelepasan kawasan hutan yang lalu dengan sekarang sehingga pilot project ini dinilai lebih efektif.

“Kalau selama ini, prosedur yang ada membuat masyarakat atau pihak yang memerlukan, harus mengajukan permohonannya melalui KLHK dan biasanya proses permohonannya ini lama. Oleh karena itu, kita bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN. Kita siapkan, sudah ada lahannya, nanti kita cek dan itu kondisinya seperti apa, termasuk tutupannya, kemudian sudah dipakai masyarakat apa belum, ini prosesnya akan lebih cepat nanti. Mudah-mudahan dengan pilot project untuk 4 provinsi ini, betul-betul jadi trigger untuk provinsi yang lain. Kemudian nantinya bisa diterapkan ke provinsi lain sehingga mempercepat redistribusi tanah ini,” terangnya.

Direktur Survei dan Pemetaan Tematik Pertanahan dan Ruang pada Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang, Yuli Mardiono, turut menyampaikan bahwa berlangsung juga Penyerahan hasil kegiatan survei Pemilikan, Penguasaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah (P4T) dari PT Bias Reka kepada Kementerian ATR/BPN.

“Ini merupakan langkah awal kegiatan kolaborasi kita dengan KLHK. Nah, ini merupakan langkah percepatan sebelum adanya legalisasi aset sebagai muaranya, yaitu adanya pelepasan kawasan hutan sehingga dengan adanya inventarisasi ini, akan memudahkan dari KLHK juga membuat SK pelepasannya. Ini pola baru sehingga dengan koordinasi ini, ada percepatan untuk Reforma Agraria sampai ke legalisasi asetnya,” imbuh Yuli Mardiono.

Pada akhir kesempatan, Direktur Landreform pada Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Sudaryanto, mengungkapkan lokasi pelaksanaan pilot project.

“Ini akan dilaksanakan di lokasi pencadangan HPK tidak produktif di empat provinsi, yaitu Provinsi Sumatra Selatan pada Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin seluas 30.306,29 hektare (ha), Provinsi Kalimantan Timur pada Kabupaten Kutai Kartanegara seluas 3.842,31 ha, Provinsi Kalimantan Tengah pada Kabupaten Pulang Pisau seluas 5.500,94 ha, dan Provinsi Kalimantan Barat pada Kabupaten Sintang seluas 14.310,42 ha,” ungkap Sudaryanto.