Jakarta- Indonesia tak bisa dilepaskan dari potensi pulau-pulau kecil terluar yang unik dan mempunyai sumber daya alam serta keanekaragaman hayati yang melimpah. Namun, seringkali keadaan pulau-pulau kecil berkutat dalam masalah pembangunan, perputaran ekonomi, dan pengakuan hak atas tanah sehingga perlu adanya langkah konkret dari pemerintah pusat untuk menangani permasalahan tersebut.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, berkata bahwa berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, telah ditetapkan 111 pulau sebagai pulau-pulau kecil terluar. Keppres ini juga mengarahkan Kementerian/Lembaga terkait untuk melakukan langkah konkret dalam menyelesaikan permasalahan 111 pulau kecil terluar, termasuk Kementerian ATR/BPN.
Surya Tjandra berkata bahwa jika bicara soal kepulauan, pulau kecil, dan pesisir maka akan membahas seputar permasalahan kompleks yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan, seperti antar-kementerian/lembaga, pemerintah daerah, masyarakat adat, masyarakat pendatang, dan lain-lain.
“Kepulauan, pulau kecil, dan pesisir, memang cenderung menjadi tempat permasalahan kemiskinan dan masalah lainnya. Hal tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah pusat perlu memperhatikan hal ini secara sungguh-sungguh,” jelas Wamen ATR/Waka BPN melalui keterangan rilis, Jumat (29/10)
Tak hanya itu, hal ini juga begitu lekat dengan persoalan kepastian hukum hak atas tanah yang menyangkut soal batas teritorial.
Surya Tjandra menjelaskan pentingnya sertipikat tanah melalui kilas balik seputar kasus Sipadan dan Ligitan. Ia berpendapat bahwa kasus Sipadan dan Ligitan terjadi karena tidak pernah adanya bukti terkait Pemerintah Indonesia yang memberikan hak kepemilikan di sana.
Masih terkait 111 pulau kecil terluar, Surya Tjandra berkata bahwa pihaknya telah melakukan sertipikasi terhadap 83 pulau, 3 pulau dalam proses, dan tersisa 25 pulau yang belum mendapat sertipikat karena masuk dalam kawasan hutan yang menjadi ranah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Terkait penyelesaian ini, tantangan kita memang kombinasi antarsektor K/L, masing-masing memang masih bergerak sendiri. Ini yang harus kita pangkas,” kata Surya Tjandra.
Meski pembangunan pulau-pulau kecil terluar telah tertuang dalam arah kerja Pemerintah RI, Surya Tjandra mengimbau agar pembangunan ruang laut tetap memperhatikan kondisi alam dan masyarakat sekitar.
“Selama ini kita telah banyak membangun ruang darat. Namun karena ruang laut lebih rentan, kita yang harus menyesuaikan dengan kondisi laut, bukan laut yang menyesuaikan kita. Orientasi pembangunan yang kurang tepat tak hanya membahayakan, tetapi juga mengurangi potensi,” bebermya.
Terakhir, Wamen ATR/Waka BPN, Surya Tjandra berkata bahwa Kementerian ATR/BPN tengah mempersiapkan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit yang akan berlangsung di Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada tahun 2022. GTRA Summit adalah forum komunikasi dan pertemuan antar-K/L bersama pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam membahas permasalahan yang ada di wilayah pesisir, kepulauan, dan pulau-pulau kecil terluar.
“Nanti kita semua akan bertemu dan berdiskusi bersama terkait permasalahan ini dari berbagai sektor,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan