Karyono mengatakan PDIP saat ini tengah melakukan investasi politik stok kadernya untuk maju tingkat nasional ke depan. Baginya, suksesi itu bisa dilakukan dengan menempatkan kader-kader potensial di posisi strategis. Salah satunya di jabatan Gubernur DKI Jakarta.

Baginya, posisi gubernur DKI Jakarta sangat ‘seksi’ ketimbang kepala daerah lain di Indonesia. Sebab, tokoh yang menempati posisi itu potensial menjadikan ‘batu loncatan’ untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pilpres berkaca kasus Joko Widodo saat ini.

Sebelum menjadi Presiden, Jokowi sempat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012-2014. Jauh sebelum itu, Ia sempat menjabat sebagai Wali Kota Solo.

“Nambah stok kader yang siap di usung dalam kontestasi politik nasional 2029 . Ya benar batu loncatan, kalau kita berkaca Pak Jokowi kan dari Wali Kota Solo, terus Gubernur DKI dan jadi presiden,” kata dia.

“Artinya sudah punya modal sosial untuk maju capres-cawapres, sudah punya legasi dan record. Penjabat di DKI jakarta memang sebagai modal untuk berkontestasi di level nasional,” tambah dia.

DKI pemilih rasional

Meski demikian, Karyono mengatakan PDIP harus melihat pelbagai faktor untuk memutuskan kedua nama itu sebelum memutuskan Cagub DKI definitif. Baik dari sisi rekam jejak maupun elektabilitas tiap kadernya. Sebab, masyarakat di DKI Jakarta sendiri dinilai pemilih rasional.

“Tapi tergantung dinamika berkembang beberapa waktu ini. Apakah pertimbangan elektabilitas. Siapa dua kader itu yang punya probabilitas menang. Mana yang lebih tinggi elektabilitas Dari situ bisa dibaca dan di prediksi seberapa besar memenangkan kontestasi,” kata Karyono.