Foto tangkapan layar Youtube @cokrotv Grace natalie.

JAKARTA, Eranasional.com- Sebanyak 23 napi koruptor baru saja menghirup udara bebas. Mereka mendapatkan pembebasan bersyarat. Beberapa nama yang mencuri perhatian adalah Ratu Atut Chosiyah, mantan gubernur Banten dan Pinangki, mantan jaksa.

Mereka dianggap berlkelakuan baik dan aktif dalam program pembinaan. Selain itu mereka juga telah melewati minimal 9 bulan masa pidana. Pembebasan bersyarat ini juga diatur dalam undang-undang.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie menyebut pembebasan bersyarat para napi koruptor sangat bertolak belakang dengan semangat memberantas kejahatan luar biasa yaitu koruPSI, meski itu diatur undang-undang.

Ia mengatakan, para koruptor akan memanfaatkan celah hukum dengan baik. Lalu apakah ini yang namanya adil dalam semangat memberantas korupsi?

“Sistem hukum kita nampaknya bersahabat sekali terhadap para koruptor. Makanya para koruptor tidak jera karena mendapat beberapa ‘fasilitas’ yang diakomodir dalam peraturan kita,” tutur Grace dikutip eranasional.com dari tayangan kanal YouTube Cokro TV, Senin (12/9/2022).

Apa saja fasilitasnya? Grace memaparkan, pertama, koruptor sering mendapatkan hukuman ringan. Sebut Jaksa Pinangki yang awalnya dihukum 10 tahun penjara. Jaksa sendiri menuntut Pinangki 4 tahun penjara. Ia lalu banding dan mendapat diskon besar-besaran hingga 60 persen, hukumannya turun jadi 4 tahun penjara.

“Kejahatan Pinangki sangatlah berat. Sebagai jaksa ia terlibat tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana kasus Djoko Tjandra,” kata Grace.

Fasilitas kedua adalah remisi. Setelah dihukum, para napi koruptor masih mendapatkan keringanan hukuman berupa remisi. Dalam kasus Pinangki misalnya, hukuman 4 tahun itu hanya dijalani 2 tahun saja.

“Enak sekali Pinangki ini sudah melakukan kejahatan luar biasa hanya dikurung dua tahun aja,” imbuh Grace.

Artinya lanjut Grace, hukum di negeri ini secara sadar telah membuka diri untuk dimain-mainkan oleh para koruptor. Padahal sesuai semangat pemberantasan koruPSI mestinya ada perlakuan berbeda terhadap terpidana koruPSI. Karena berdampak luas bagi penegakan hukum, kesejahteraan rakyat, pendidikan, pembangunan, kesehatan dan masih banyak lagi.

Ketiga, kata Grace lagi, fasilitas sel yang relatif lebih nyaman bagi yang punya uang. Menurutnya dugaan ini sudah banyak dibuktikan dalam berbagai sidak.

“Masih ingat dengan sel penjara Setya Novanto tidak seperti gambaran penjara pada umumnya,” ungkapnya.

Coba bandingkan dengan kejahatan dengan tingkat yang sama, misalnya terorisme yang sama-sama merupakan kejahatan luar biasa.

“Tapi perlakuan terhadap koruptor bisa sangat berbeda dengan terpidana kasus terorisme. Mestinya mereka mendapat perlakuan yang sama dong supaya mereka kapok,” tegasnya.