“Melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, perbaikan regulasi serta reformasi structural, serta percepatan pembangunan infrastruktur, agar seluruh rakyat dari Sabang hingga Merauke dapat menikmati kualitas hidup yang sama,” ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan bahwa berbagai kemajuan upaya pemenuhan HAM Indonesia mendapat banyak apresiasi dari negara lain. Di antaranya terkait komitmen untuk terus memajukan capaian RANHAM; memperluas akses kesehatan dan pendidikan, penghapusan kekerasan terhadap perempuan, hingga dalam upaya merevisi KUHP.
Yasonna juga mencatat bahwa sejumlah rekomendasi kritis telah disampaikan kepada Indonesia, di antaranya isu hukuman mati, isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, revisi kitab UU Hukum Pidana, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap Hak Wanira, anak dan disabilitas, serta isu Papua.
“Catatan-catatan penting tersebut, akan ditempatkan sebagai refleksi untuk terus meningkatkan pembangunan kita dan melakukan koreksi lebih lanjut guna meningkatkan kualitas pembangunan kita secara merata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia di manapun berada,” ucap Yasonna.
Adapun outcome UPR ini dalam bentuk rekomendasi-rekomendasi akan dikonsultasikan lebih lanjut dan pemerintah Indonesia memiliki hak untuk mendukung atau cukup mencatat saja.
“Pemerintah tentunya akan terus berkomitmen tanpa kenal lelah dalam menunaikan tujuan pembangunan nasional, termasuk di bidang HAM,” tegas Yasonna.
Selain Indonesia, pada persidangan UPR bulan November 2022 ini, terdapat 13 negara lainnya yang juga melakukan presentasi UPR, yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ekuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia, dan Tunisia. (MC)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan