Aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. (Foto: ANTARA)

JAKARTA, Eranasional.com – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (5/1/2023).

Perppu itu baru sepekan yang lalu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), tepatnya pada tanggal 30 Desember 2022 menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Yang menggugat Perppu Cipta Kerja adalah seorang dosen dan Konsultan Hukum Kesehatan bernama Hasrul Buamona dan Koordinator Advokasi Migrant Care, Siti Badriyah.

Perppu Cipta Kerja juga digugat oleh Konsultan Hukum para Anak Buah Kapal (ABK) Harseto Setyadi Rajah dan seorang mantan ABK Migran, Jati Puji Santoso.

Tidak ketinggalan dari kalangan mahasiswa juga menggugat Perppu Cipta Kerja itu yaitu Syaloom Mega G Matitaputty dan Ananda Luthfia Ramadhani, keduanya mahasiswa Universitas Sahid.

Mereka memberi kuasa kepada Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat UU Cipta Kerja Viktor Santoso Tandiasa dan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

“Pesan dari upaya ini adalah jangan lecehkan Mahkamah Konstitusi,” kata Viktor, Jumat (6/1/2023).

Dia menilai tindakan pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja merupakan bentuk pelecehan terhadap MK.

Menurutnya, apabila Perppu itu tidak dibatalkan, maka semua Lembaga negara berpotensi akan mengikuti pembangkangan yang sama untuk tidak mematuhi putusan MK apabila tidak sejalan dengan keinginannya.

“Maka untuk apa lagi ada MK? Jangan membangkang UUD 1945, tindakan menerbitkan Perppu ini merupakan pembangkangan terhadap konstitusi,” tegas Viktor.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa dikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 diharapkan memberi kepastian hukum dan menjadi implementasi dari putusan MK.

Airlangga berpandangan, putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat mempengaruhi perilaku dunia usaha dalam maupun luar negeri yang menunggu keberlanjutan UU tersebut.

Oleh karena itu, pemerintah menilai perlu ada kepastian hukum dan UU tersebut. Apalagi, pemerintah tengah mengatur bahwa defisit anggaran tahun 2023 tidak boleh lebih dari 3 persen dan menargetkan investasi sebesar Rp1.400 triliun.

Menurut Airlangga, Perppu Cipta Kerja ini mendesak dikeluarkan karena Indonesia dan semua negara juga tengah menghadapi ancaman krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.

“Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi globak yang terkait dengan ekonomi,” pungkas Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12/2022).