Terdakwa dugaan kasus obstruction of justice kematian Brigadir J, Arif Rachman membacakan Pleidoi di dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).

JAKARTA, Eranasional.com – Jaksa penuntut umum (JPU) menolak pledoi terdakwa kasus penghalangan penyidikan (obstruction of jusice) pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Arif Rachman Arifin, dalam sidang pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/2/2023). Menurut jaksa, tak ada bukti Arif melakukan tindak pidana karena unsur paksaan dari atasannya, mantan Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.

“Daya paksa yang didalilkan oleh terdakwa Arif Rachman Arifin tidak terbukti karena saksi Ferdy Sambo tidak melakukan paksaan atau ancaman secara nyata terhadap terdakwa Arif Rachman Arifin,” kata jaksa.

Jaksa juga menyatakan alasan Arif bahwa dirinya berada dalam tekanan psikis Ferdy Sambo tidak bisa dijadikan alasan penghapus pidana.

Mengutip seorang pakar pidana, Jaksa mengatakan tidak setiap tindakan yang dapat mendatangkan perasaan takut menjadi dasar tidak dapat dihukumnya seseorang yang mendapat paksaan, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak melakukan sesuatu perintah jabatan dengan itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat 2 KUHP.

Arif Rachman Arifin adalah mantan Wakil Kepala Detasemen B Biro Paminal Divisi Propam Polri. Dia terseret kasus pembunuhan Brigadir Yosua karena ikut dalam upaya penghilangan barang bukti berupa rekaman kamera keamanan (CCTV) di lingkungan sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Rekaman itu penting karena menjadi salah satu bukti dalam terbongkarnya skenario palsu kematian Brigadir Yosua yang dibuat Sambo.

Dalam skenario yang dia ciptakan, Sambo mengaku tiba di rumah dinasnya setelah Yosua tewas akibat tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, padahal dalam rekaman terlihat jelas Yosua masih sehat saat Sambo tiba.

Sambo kemudian memerintahkan Arif dan sejumlah anak buahnya yang lain untuk menghapus rekaman itu. Dia juga mengancam agar Arif cs tutup mulut.

Jaksa pun menuntut Arif Rachman Arifin satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan. Jaksa menilai Arif tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya Yosua sangat berguna untuk mengungkap tindak pidana yang terjadi.

Selain itu, Arif dinilai semestinya melakukan tindakan mengamankan barang bukti untuk diserahkan kepada penyidik.

“Tindakan terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana, di mana di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah,” kata jaksa dalam sidang 27 Januari lalu.

Dalam pledoinya, Arif Rachman Arifin menyatakan bahwa dirinya melakukan hal tersebut karena perintah atasannya, Ferdy Sambo. Dia juga menyinggung soal budaya komando dalam tubuh Polri yang membuat dia tak bisa menolak perintah tersebut.

Selain Arif Rachman Arifin dan Ferdy Sambo, terdapat lima terdakwa lainnya dalam kasus obstruction of justice kematian Brigadir Yosua ini.

Mereka adalah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Irfan Widyanto. Kelimanya juga dijadwalkan menjalani sidang pembacaan replik hari ini. **