JAKARTA, Eranasional.com – Hal ini ia sampaikan pada pemaparan dalam kegiatan Penandatanganan Komitmen Pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi Fokus 2: Keuangan Negara, Kamis (9/3/2023). Menurut Tito sebagai bagian dari kejahatan luar biasa, korupsi dan terorisme memiliki mekanisme penanganan yang sama.
“Untuk kejahatan extraordinary, misalnya terorisme. Kenapa itu bisa terjadi? Ada 3 faktor yaitu disaffective person, dilanjutkan dengan enabling group dan semakin berbahaya kalau ada yang namanya legitimizing ideology,” kata Tito.
Disaffective person adalah orang yang merasa diperlakukan tidak adil. Enabling group adalah kelompok yang memfasilitasi perilaku negatif. Legitimizing ideology adalah doktrin yang dapat digunakan untuk membenarkan atau melegitimasi suatu tindakan atau kebijakan yang dianggap kontroversial atau tidak adil oleh sebagian orang.
Adanya konsep tersebut membuat penanganan kasus terorisme tidak hanya berfokus pada pemecahan jaringan dan ideologi, tetapi juga pada aksi pencegahan.
“Berdasarkan hal ini, maka penindakan pada kasus korupsi juga harus dimulai dari disaffective person, dilihat mereka merasa tidak adilnya di mana. Tentu dengan tidak meninggalkan aspek penindakan dan rehabilitasi,” lanjutnya.
Ia juga menyoroti konsep keep them out of jail dalam penanganan kasus korupsi. Hal ini berarti upaya pencegahan korupsi hanya dapat dikatakan berhasil jika tidak banyak koruptor yang ditangkap dan mendekam di penjara.
“Coba perhatikan negara maju contohnya negara-negara Skadinavia. Nanti jangan diperintil kata-kata saya, kita akan lakukan pencegahan dengan pendampingan. Namun jika ada bukti tegas, akan kita lakukan penindakan bila perlu OTT. Dalam kasus apapun, penindakan bukan satu-satunya senjata. Justru pencegahan adalah langkah terbaik,” ujar Tito. **
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan