Presiden RI ke-1, Ir Soekarno (Bung Karno) saat berpidato di Sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). (Foto: Istimewa)

JAKARTA, Eranasional.com – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO), menetapkan arsip pidato Bung Karno sebagai Memory of The World (MoW) atau Memori Kolektif Dunia.

Duta Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Rieke Diah Pitaloka menyampaikan, penetapan itu telah diputuskan berdasarkan sidang pleno Executive Board UNESCO pada 10-24 Mei 2023.

Adapun arsip pidato Presiden Pertama RI itu yang pertama berjudul ‘To Build The New World, disampaikan dalam sidang Umum PBB pada 1960.

Kedua, arsip gerakan Non Blok Pertama (GNB I) di Beogard tahun 1961. Sementara yang ketiga adalah arsip pidato di Sidang PBB, New York, tahun 1960.

Ketiga arsip itu disebut sebagai ‘Tinta Emas Abad 20’, kemudian diajukan sebagai MoW melalui ANRI. Menurutnya, arsip-arsip penting semacam ini menjadi ingatan kolektif bangsa dan dunia. Indonesia dapat menggunakannya sebagai petunjuk kehidupan bangsa saat ini dan masa yang akan datang.

Ketiga arsip tersebut merupakan kapital simbolik bagi Indonesia untuk memposisikan diri dalam percaturan geopolitik sekarang dan masa depan. Hal ini juga bisa menjadi pengingat bagi setiap bangsa untuk ada dalam prinsip politik para pendiri bangsa.

Fakta Peradaban

Untuk diketahui, Memory of The World (MoW) merupakan salah satu program UNESCO sebagai sarana yang mempreservasi fakta-fakta peradaban manusia lampau. Salah satunya berupa manuskrip.

Data-data pendukung kesejarahan tersebut dikumpulkan dalam bentuk warisan budaya terdokumentasi (documentary heritage). Memory of The World menjadi kesempatan kelestarian warisan bersejarah serta warisan budaya dunia, utamanya kekayaan sastra klasik.

Presiden RI ke-1, Ir Soekarno (Bung Karno) saat berpidato di Sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). (Foto: Istimewa)

Sampai saat ini, terdapat 45 yang tergabung dalam anggota Komite program Memory of The World, termasuk Indonesia. Komite MoW Indonesia berada di bawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang beranggotakan pakar-pakar dari berbagai instansi.

Di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI sendiri telah menyimpan lebih dari 10.000 naskah kuno dari seluruh aksara Indonesia. Tiga di antaranya, yakni Babad DiponegoroNagarakertagama, dan I La Galigo berhasil mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Memori Kolektif Dunia.

Tak hanya memfasilitasi preservasi warisan budaya terdokumentasi, Program MoW juga bertujuan untuk menciptakan kesadaran yang lebih besar akan eksistensi dan pentingnya warisan budaya ini.

Tanggap MPR RI

Menanggapi itu, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyambut gembira penetapan pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB tahun 1960 sebagai Memory of the World oleh UNESCO.

Bung Karno berpidato. (Foto: Istimewa)

Dia pun mengucapkan terima kasih kepada UNESCO atas penetapan tersebut. Menurutnya hal ini sudah semestinya dilakukan, sebab pidato Bung Karno yang berjudul ‘To Build the World A New’ (Membangun Dunia Kembali) yang disampaikan di PBB pada 30 September 1960 memang merupakan memori dunia.

“Dalam pidato tersebut, Bung Karno mencetuskan manifesto intelektual, politik dan ideologi yang bersifat internasional, bahwa dunia harus dibangun kembali. Pembangunan dunia kembali disebabkan oleh bangkitnya kemerdekaan di negara Asia-Afrika, sebagai perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme,” jelas Basarah, Jumat (26/5/2023).

Basarah menuturkan, ajakan Bung Karno untuk membangun dunia kembali didasarkan pada Pancasila. Menurut Basarah, di forum dunia yang dihadiri para pemimpin dunia itu, Bung Karno mengenalkan dan menawarkan Pancasila sebagai ideologi internasional.

“Kalau kita simak pidato tersebut, kita seperti menyaksikan kembali api Pancasila yang Bung Karno pidatokan pada tanggal 1 Juni 1945 di sidang BPUPK, di forum internasional,” ujar Basarah.

Presiden RI ke-1, Ir Soekarno (Bung Karno) saat berpidato di Sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). (Foto: Istimewa)

Dia memaparkan, di pidato tersebut Bung Karno menyampaikan argumentasi kenapa setiap negara perlu mengadopsi Pancasila sebagai ideologi kenegaraannya.

“Bung Karno membuktikan bahwa nilai-nilai Pancasila tidak hanya bersifat nasional keindonesiaan, tetapi universal dan internasional. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah nilai universal, kemanusiaan universal, nasionalisme universal, demokrasi universal dan keadilan sosial universal,” paparnya.

Khusus nasionalisme, lanjut Basarah, Bung Karno menjelaskan nilai tersebut berlaku universal, sebab nasionalisme dianut oleh semua negara modern.

“Tidak hanya menjelaskan Pancasila sebagai ideologi universal dan internasional, Bung Karno bahkan mengusulkan pada Sidang Umum PBB, agar Pancasila dimasukkan ke dalam Piagam PBB. Usulan tersebut mendapatkan sambutan meriah dari para pemimpin dunia. Sambutan itu menunjukkan bahwa Pancasila diakui oleh dunia sebagai nilai-nilai yang bersifat universal,” sambungnya.

Berdasarkan penetapan ini, maka Basarah yang merupakan penulis buku ‘Bung Karno, Islam dan Pancasila’ (2017), meminta pemerintah dan bangsa Indonesia untuk menindaklanjutinya dengan menyosialisasikan pidato Bung Karno di PBB tersebut sebagai bagian dari penguatan Pancasila.

“Bung Karno sudah lama mengenalkan Pancasila di dunia internasional. Tidak hanya di Sidang Umum PBB tahun 1960, tetapi juga di Kongres Amerika Serikat (AS) dan Universitas Heidelberg, Jerman Barat pada tahun 1956. Upaya Bung Karno ini menjadi bagian dari diplomasi internasional untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang membangun perdamaian dunia. Penetapan UNESCO tersebut juga mencerminkan pengakuan dunia terhadap jasa Bung Karno yang harus kita pahami makna dan signifikansinya,” terang Basarah.

Basarah juga mengajak bangsa Indonesia untuk memahami dan memperkuat Pancasila sesuai dengan maksud para pendiri bangsa.

“Penggali Pancasila adalah Bung Karno, yang bersama para pendiri bangsa lainnya merumuskan Pancasila. Menjelang momentum peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni nanti, saatnya kita kuatkan Pancasila berdasarkan maksud para perumusnya, sebab ideologi bangsa ini terbukti berkiprah baik secara nasional maupun internasional,” pungkas Basarah.