JAKARTA, Eranasional.com – Menko Polhukam Mahfud MD menyebut ada dugaan permainan mafia tanah di lahan milik PT Perkebunan Nasional II, Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Mahfud mengatakan ditemukan adanya unsur pidana dalam kasus ini yang terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp1,7 triliun.
“Tadi saya melakukan bedah kasus atas putusan pengadilan mengenai tanah negara di Tanjung Morawa, Sumatera Utara seluas 464 hektare. Itu lahan aslinya milik PTPN II, tapi tiba-tiba di pengadilan dikalahkan di dalam kasus perdata,” kata Mahfud usai rapat bersama di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (18/7).
Katanya, kasus ini diketahui pada tahun 2019 setelah para penggugat yang berjumlah 234 orang meminta dilakukan eksekusi terhadap lahan tersebut.
“Begitu penggugat meminta dieksekusi, barulah kita tanyakan ke BPN, dan dinyatakan tanah itu sejak dulu milik PTPN. Belum pernah ada perubahan kepemilikan, kok tiba-tiba menang di pengadilan,” ujarnya.
Mahfud menjelaskan, para penggugat menggunakan surat tanah yang dibuat pada 20 Desember 1953 sebagai dasar mereka melakukan gugatan dan diajukan sebagai bukti pada proses gugatan perdata. Namun, terungkap, ditemukan beberapa kejanggalan dalam surat tersebut.
“Kejanggalan ejaan sesuatu yang tidak mungkin ada di surat keterangan yang dibuat tahun itu ketika tanda tangan pejabatnya yang satu miring ke sini, satunya lagi miring ke sana, dan sudah ditanyakan ke Bareskrim Polri, ke laboratorium kriminal, yang begitu tidak perlu dibawa ke forum, sudah jelas tidak identik,” terang Mahfud.
Mahfud pun dengan tegas mengatakan bahwa dalam kasus lahan PTPN II ini ada mafia tanah bermain.
“Iya mafia tanah, banyak sekali mafia tanahnya sehingga kita harus memberi contoh bagaimana caranya menghadapi mafia tanah itu. Ini bagian dari mafia tanah, jelas sekali mafia tanah,” ucapnya.
“Namanya Murrachman. Dia dulu mengaku sebagai pemilik tanah itu dengan menggunakan surat pelimpahan dan sebagainya. Setelah diperiksa, dia mengaku tidak tahu kalau ayahnya punya tanah. Katanya, dia tahu dari teman, bahwa tanah itu dulu milik ayahnya,” sambung Mahfud.
Menyikapi persoalan ini, kata Mahfud, pemerintah akan mengambil langkah-langkah hukum dan akan mengupayakan agar tanah tersebut kembali menjadi milik negara.
Sebab, implikasi dari proses pidana tersebut akan berdampak pada upaya hukum luar biasa yang sedang dilakukan oleh PTPN II dalam proses perdata, serta berpotensi kehilangan 17 persen aset yang dikelola PTPN II, atau setara dengan Rp1,7 triliun.
“Kita akan melakukan upaya hukum dulu dari sudut hukum pidana, karena hukum pidananya belum inkrah. Sekarang ini kita melakukan bedah kasus, dan ditemukan ada kejanggalan-kejanggalan yang nanti akan disampaikan dan telah disampaikan di dalam memori kasasi,” jelas Mahfud.
Tinggalkan Balasan