Semangat petani Salak di Bali perluas usaha lewat ‘Klasterku Hidupku’. (Foto: Ist/Dok BRI)

Kini Klaster Usaha Binaan yang diketuai Komang memiliki anggota 19 orang yang mengelola luas perkebunan sekitar 20 hektar. Sekali panen, per petani bisa menghasilkan sekitar 200 kuintal buah salak. Komang dan kelompok usahanya pun membagi masa panen agar stok dan harga salak terjaga dengan baik serta optimal diserap pasar.

Dibantu dan Diberdayakan Oleh BRI

Komang pun mengakui, meski belum lama menjadi Kelompok Usaha Binaan, pihaknya sudah merasakan manfaat program dari BRI tersebut. Pemasaran jadi lebih mudah sehingga meminimalisir buah yang rusak.

Salak dari Klaster Salak Bali Wana Sari pun sudah masuk Localoka, yaitu platform digital untuk membantu memasarkan produk UMKM. Dengan demikian, menurutnya, salak dari kelompok usaha binaan tersebut pasarnya semakin luas.

“Dan harganya pun stabil, ada standarnya. Ini salah satu yang sangat membantu kami para petani salak. Omzet kami naik 80%-90% juga,” ujarnya.

Dia pun berharap kerja sama dengan BRI terus berlanjut. Menurutnya, sudah sejak lama petani buah di daerahnya menjadi nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Dengan menjadi Klaster Usaha Binaan, harapannya BRI dapat terus memberikan pendampingan dan program pemberdayaan yang membuat para petani dan produknya menjadi memiliki nilai tambah. Mengingat dia dan petani di kelompoknya bercita-cita dapat memproduksi makanan ringan berbahan dasar buah dengan pembinaan BRI.

“Keinginan saya masuk klaster ini ke depan biar bisa mengolah jadi bahan makanan. Jadi bernilai tambah. Kami sudah coba buat dodol dan keripik salak. Tapi ada keterbatasan modal dan alat pertanian juga,” lanjut Komang.