JAKARTA, Eranasional.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengaku telah mengantongi cukup bukti dan menemukan titik terang terkait dengan dugaan pelanggaran etik para hakim konstitusi yang mereka usut.

“Kami sebenarnya sudah lengkap memiliki bukti-buktinya. Tapi kan kita tetap harus melakukan pemeriksaan, menggelar persidangan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Rabu (1/11/2023).

Jimly menjelaskan lima hakim konstitusi telah diperiksa yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Said Isra, dan Manahan Sitompul yang masing-masing selama satu jam. Sedangkan seorang lagi, Suhartoyo diperiksa hanya sekitar 20 menit.

Jimly menjelaskan cepatnya pemeriksaan terhadap Suhartoyo karena keterangannya mirip dengan lima hakim konstitusi lainnya yang diperiksa terlebih dahulu.

Sementara itu, tiga hakim konstitusi lainnya yakni Guntur Hamzah, Daniel Yusmic, dan Wahiduddin Adams yang merangkap anggota MKMK akan diperiksa,  Kamis (2/11) hari ini.

11 Dugaan Pelanggaran Etik

Jimly Asshiddiqie mengatakan totalnya 11 isu pelanggaran etik yang diproses MKMK saat ini.

Pertama, soal Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) , yang tidak mengundurkan diri dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023, yang di dalamnya jelas memuat kepentingan pemohon terkait majunya Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang juga keponakan Anwar Usman, pada Pilpres 2024.

Kedua, menyangkut Anwar yang membicarakan perkara syarat usia minimum capres-cawapres di luar ruang sidang, padahal perkara itu sedang bergulir di MK.

Ketiga, pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam Putusan 90 yang mengandung keluh-kesah terkait dinamika internal jelang pengambilan putusan. Dan, Keempat, soal hakim konstitusi membicarakan masalah internal di luar MK.

Sebelumnya, hakim konstitusi Arief Hidayat dalam beberapa kesempatan selepas Putusan 90 yang kontroversial, mengungkapkan sisi emosionalnya terhadap reputasi MK yang jatuh ke titik nadir.

Kelima, dugaan kejanggalan dan pelanggaran prosedur terkait pendaftaran perkara nomor 90 yang sempat ditarik, namun batal dicabut, dengan dugaan atas perintah pimpinan.

MKMK mengeklaim telah mengantongi bukti rekaman video CCTV soal ini.

Keenam, soal pembentukan MKMK yang diduga tak pernah diproses sejak diperintahkan oleh Undang-Undang MK hasil revisi (2020). MKMK justru baru dibentuk secara tidak permanen pada 2023, menyusul adanya kasus pelanggaran etik Guntur Hamzah, dan kasus saat ini.

Ketujuh, manajemen pengambilan Putusan 90 yang dianggap bermasalah, sebab terdapat dissenting opinion hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic yang justru dihitung sebagai alasan berbeda (concurring opinion).

Kedelapan, penggunaan MK sebagai alat politik praktis jelang Pilpres 2024, termasuk di dalamnya dugaan kesengajaan intervensi dari luar.

Kesembilan, bocornya dinamika internal MK ke publik, di antaranya melalui pemberitaan investigatif Majalah ‘Tempo’ dan bukti perdebatan hakim yang dikantongi salah seorang pelapor, Petrus Selestinus.

Ke-10 dan ke-11, adanya dugaan kebohongan Ketua MK anwar Usman dan dugaan pembiaran oleh delapan hakim konstitusi lain terhadap Anwar yang turut memutus perkara meski terdapat potensi konflik kepentingan di dalamnya.

“Semua masalah sudah kita klarifikasi kecuali soal pembiaran. Tadi sudah kita tanya juga soal itu,” ujar Jimly.

“Sepanjang menyangkut isu yang dilaporkan kemarin, sudah terang, tapi sekarang tumbuh berkembang baru lagi. Nanti kita nilai di putusan,” pungkasnya. (*)