Jakarta, ERANASIONAL.COM – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) menggugat Surat Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang mengesahkan pencalonan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
TPDI dan Perekat Nusantara mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta dengan dasar putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan seluruh Komisioner KPU RI melanggar kode etik terkait kepastian hukum pencalonan Gibran.
“Gibran bermasalah secara hukum dan etika dalam memperoleh tiket cawapres dari KPU yaitu melalui perbuatan melanggar hukum dan melanggar etika,” kata Koordinator TPDI Petrus Selestinus dalam keterangannya, Kamis, 7 Februari 2024.
Oleh karena itu, lanjut Petrus, Keputusan KPU yang menetapkan Gibran sebagai cawapres bertentangan dengan etika dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, yang menurut UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah karena melanggar asas-asas umum pemerintahan.
Dalam petitum gugatannya, Petrus cs meminta PTUN DKI Jakarta menyatakan Ketua dan anggota KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
Mereka juga meminta majelis hakim menyatakan Keputusan KPU tentang penetapan capres-cawapres, khususnya pencalonan Prabowo-Gibran dinyatakan tidak sah.
PTUN DKI juga diminta menerbitkan Keputusan KPU yang baru sebagai pengganti.
Putusan DKPP
Meskipun memvonis Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan seluruh Komisioner KPU dinyatakan melanggar kode etik, dalam putusannya, DKPP menegaskan bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka tetap sah, meskipun KPU terlambat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Para komisioner KPU RI disanksi etik karena dianggap tidak profesional, sebab keterlambatan revisi itu menimbulkan ketidakpastian hukum.
Namun, secara konstitusional, hal itu tidak mengurangi keberlakuan Putusan MK yang final dan mengikat sejak dibacakan, dengan ataupun tanpa revisi Peraturan KPU sebagai regulasi teknis.
Argumentasi yang sama disampaikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sebagai pihak terkait yang dihadirkan di dalam persidangan DKPP.
Kronologinya, pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran.
Padahal berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.
KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang masih berusia 36 tahun itu.
Walau demikian, pada akhirnya, KPU toh mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023.
“Putusan DKPP ini murni tetang pelanggaran etik ketua dan anggota KPU,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito, Senin, 5 Februari 2024.
“Putusan DKPP ini tidak berpengaruh terhadap pencalonan capres dan cawapres,” tegasnya. (*)
Tinggalkan Balasan