Inafis berisi data rekaman gambar sidik jari untuk keperluan identifikasi.
Sementara itu, Badan Intelijen Strategis atau BAIS adalah sistem data yang dimiliki oleh TNI.
Dalam sistem tersebut tersimpan data strategi kemiliteran, salah satunya seperti alutsista.
Menurut tangkapan layar dari dark web yang beredar di media sosial, beberapa data yang bocor dan diperjualbelikan berupa identitas sidik jari, foto wajah, dan springboot.
Data-data tersebut dijual dengan harga 1.000 dollar AS atau sekitar Rp 16,5 juta.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI Hinsa Siburian membenarkan adanya kebocoran data.
Namun, menurut keterangan Polri, data yang dijual oleh hacker itu merupakan data lama.
“Jadi tentu kita crosscheck, kita konfirmasi dengan kepolisian apa benar ini data kalian. Mereka bilang, itu ada data memang data lama,” ungkap Hinsa, dikutip dari Kompas TV, Kamis, 27 Juni 2024.
Kata dia, data yang bocor tersebut tidak terkait dengan serangan ransomware pada Pusat Data Nasional (PDN) sementara.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri (Kadiv) Irjen Sandi Nugroho mengatakan, Polri akan melakukan pengecekan lanjutan dan merencanakan tindakan mitigasi.
Soal Bais, di dark web, dokumen intelijen file ter-compress tunggal tahun 2020-2022 dijual dengan harga lebih mahal dibandingkan data Inafis, yakni 7.000 dollar AS atau setara Rp 115 juta.
“Terkait akun Twitter Falcon Feed yang merilis bahwa data Bais TNI diretas, sampai saat ini masih dalam pengecekan yang mendalam oleh Tim Siber TNI,” ucap Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI. Mayjen R Nugraha Gumilar. []
Tinggalkan Balasan