Sebagai informasi, polemik mengenai dugaan penyimpangan kuota haji ini bermula dari kecurigaan Anggota Pansus Haji DPR, Marwan Jafar.
Dia mencium adanya indikasi gratifikasi dalam pengisian kuota haji khusus pada pelaksanaan Ibadah Haji 2024.
Menurut Marwan Jafar, beberapa verifikator yang diperiksa mengaku tidak mengetahui detail mengenai alokasi kuota haji khusus tersebut.
Hal ini memunculkan kecurigaan adanya campur tangan atau intervensi yang berpotensi sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang (abuse of power) atau gratifikasi.
Oleh karena itu, ia mendesak Pansus Haji untuk mendalami lebih lanjut dugaan gratifikasi tersebut, bahkan hingga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyelidikan.
Marwan Jafar menegaskan bahwa dugaan intervensi ini dapat berupa kebijakan atau penyalahgunaan kekuasaan, serta bentuk gratifikasi lainnya.
Salah satu temuan yang menguatkan kecurigaan ini adalah adanya sejumlah calon jemaah yang dapat langsung berangkat haji pada tahun 2024 tanpa masa tunggu (masa tunggu 0 tahun).
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Pansus Haji, tercatat ada 3.503 calon jemaah yang langsung diberangkatkan, meskipun antrean reguler mencapai 167.000 orang.
Lebih lanjut, Marwan Jafar menyinggung kesaksian seorang calon jemaah dari Kalimantan Barat yang mengungkapkan adanya gratifikasi terkait travel haji.
Ia pun menyebut bahwa kemungkinan pihak-pihak yang terlibat bisa saja mencakup staf khusus yang memiliki akses luas.
Ia berharap bahwa para pejabat yang berada di depan Pansus Haji tidak terlibat dalam praktik gratifikasi tersebut.
Pernyataan ini menjadi sorotan dalam upaya Pansus Haji DPR untuk mengungkap dan memastikan adanya transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji 2024.[]
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan