Jakarta, ERANASIONAL.COM – Pimpinan dan pejabat eksekutif Bank DKI diduga terlibta praktik tindak pidana korupsi. Hal ini disampaikan oleh

Hal ini disampaikan oleh Perintis Gunawan salah satu debitur Bank DKI yang menerima fasilitas kredit atas nama PT Tucan Pumpco Services Indonesia (TPSI) dan kuasa hukumnya Cecep Suhardiman.

Perintis dan Cecep mengemukakan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud terjadi pada rentang waktu 2016-2019.

“Dugaan terjadinya korupsi sepanjang tahun 2016 sampai 2019 itu berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau LHP BPK. Jadi, dugaan ini sangat berdasar,” kata Cecep dalam jumpa pers di bilangan Jl. Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).

Praktisi hukum perbankan itu juga mengemukakan beberapa data pengeluaran pihak Bank DKI yang dinilainya tidak wajar.

Di antaranya, item biaya terkait eksekusi aset tanah dan bangunan atas nama TPSI di Jl. Wijaya I No. 7, Jakarta Selatan. Nilainya sebesar Rp1,5 miliar.

“Pengeluaran biaya untuk eksekusi hak tanggungan pada tahun 2017 itu sangat tidak wajar karena kegiatan eksekusi tidak pernah ada, karena klien kami, yakni Pak PG, menyerahkan asetnya begitu saja sebab dalam posisi dikriminalisasi,” ujar Cecep.

Disebutkan pula item penanganan laporan polisi terhadap kliennya, Perintis Gunawan alias PG, di Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Mabes Polri pada 2018.

Jumlah pengeluaran pihak Bank DKI untuk urusan memolisikan debiturnya tersebut tercatat sebesar Rp450 juta dan Rp900 juta. Nilainya jiga ditambahkan Rp1,35 miliar.

Berikutnya, masih menurut Cecep, adanya pengeluaran untuk urusan kasasi di Mahkamah Agung sebesar Rp1,1 miliar pada 2018.

“Apa iya, jika berurusan dengan kepolisian harus mengeluarkan uang? Begitu pula jika berperkara di tingkat Mahkamah Agung memang ada biaya sampai miliaran rupiah. Sangat jelas ini penguaran tidak wajar,” paparnya.

Ditambahkan, sebagai pengacara yang telahy berpraktik 30 tahun lebih, dipastikan biaya advokat tidak sebesar tersebut, sekiranya Bank DKI berdalih untuk biaya kuasa hukum.

“Kasus di Mahkamah Agung terkait gugatan kami kepada Bank DKI terkait pengambilalihan aset perusahaan milik Pak PG, yakni PT TPSI. Kami menang di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Lalu kalah di tingkat kasasi, namun ditemukan adanya pengeluaran besar tadi,” ungkap Cecep.

Atas temuan tersebut, lanjut Cecep, wajar jika publik menilai Bank DKI berurusan dengan mafia hukum.

“Praktik mafia hukum bukan berita baru, kan? Sejumlah oknum hakim di Mahkamah Agung akhirnya berhadapan dengan hukum karena terbukti bagian mafia hukum. Ini ramai di berbagai media,” lanjut Cecep lagi.

Pengacara tersebut menegaskan pihaknya mempunya data lengkap soal pengeluaran Bank DKI, yang patut diduga terkait tindak pidana korupsi jajaran pimpinan BPD ini.

Ditanya wartawan apakah akan melaporkan temuannya itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Cecep mengungkapkan pihak dalam waktu dekat melayangkan laporan ke komisi antirasuah.

“Rencana kami sebelum libur panjang Natal dan Tahun Baru 2024,” tandas Cecep, serya menambahkan bahwa langkahnya ini dilandasi semangat menyelamatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan.

Selain itu, sejalan dengan semangat Presiden Prabowo memberantas tindak pidana korupsi di semua lini, guna menyelamatkan keuangan negara.

“Bank DKI, kan, milik pemerintah provinsi. Jadi jika terjadi penyimpangan di sana berarti merugikan keuangan negara alias korupsi,” tuturnya.

Sementara itu, Perintis Gunawan menjelaskan kriminalisasi terhadap dirinya terjadi ketika menggunakan hak hukumnya terhadap pengambilalihan aset tanah dan bangunan di Jalan Wijaya I No. 7, Jakarta Selatan.

Menurut pemegang saham PT TPSI itu, proses AYDA (aset yang diambil alih) terhadap kantornya oleh Bank DKI tersebut sangat menyimpang.

Salah satu yang paling transparan adalah penguasaan kantor PT TPSI, yang kemudian dijadikan Learning Center Bank DKI hingga kini.

“Seharusnya paling lama satu tahun, aset yang disita harus dilelang umum. Ini malah dikuasai Bank DKI hingga hari ini,” ungkap PG.

Diungkapkan pula, selama empat tahun dirinya harus ke kantor polisi setiap dua pekan. Hal ini membuat dirinya tak dapat membangun kembali bisnisnya.

“Ternyata keadilan masih ada. Pada 29 Juli 2024 terbit SP3 atas kasus saya di kepolisian. Artinya tidak ada bukti saya melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan pihak Bank DKI,” lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, mengenai laporan pengacaranya ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi di Bank DKI, Perintis Gunawan menyatakan dirinya berharap industri perbankan bersih dari praktik kotor.

“Karena jika perbankan rusak, ekonomi bangsa ini tak bakal membaik. Kasihan rakyat,” tutur PG