JAKARTA – Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo menegaskan bahwa larangan mudik pada libur Lebaran Idul Fitri pada 6-17 Mei 2021 merupakan kebijakan yang sangat tepat dan strategis.

“Keputusan pemerintah untuk larangan mudik ini bukan hanya tepat tetapi sangat tepat, sangat tepat, sangat tepat,” tegas Doni dalam dialog secara virtual dari FMB9, Jakarta, Rabu (5/5/2021).

“Jadi pilihan untuk larang mudik ini adalah pilihan yang sangat strategis. Dan kita semuanya harus mengikuti keputusan ini,” tambah Doni.

Doni mengatakan, bahwa keputusan mudik adalah keputusan politik negara semua pejabat harus satu narasi.

“Ini adalah keputusan politik negara. Kepala negara adalah bapak Presiden Jokowi. Dan tidak boleh ada satupun pejabat pemerintah yang berbeda narasinya,” tegasnya.

Oleh karenanya, kata Doni, sosialisasi harus terus dilakukan. “Kita harus melakukan hal ini adalah memberikan sosialisasi kepada masyarakat setiap saat, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik. Lebih baik hari ini kita lelah, kita dianggap cerewet daripada korban Covid berderet-deret. Karena sudah tidak ada lagi pilihan lain,” katanya.

Pasalnya, kata Doni, berkaca kepada perjalanan setahun lebih menghadapi Covid, setiap libur panjang pasti akan diikuti dengan kenaikan kasus aktif dan juga akan diikuti dengan bertambahnya angka kematian.

“Mulai dari Lebaran Idul Fitri tahun yang lalu, liburan Agustus, kemudian sampai dengan Natal dan Tahun Baru. Variasi angkanya antara 46% untuk angka kematian sampai dengan 75%. Kemudian demikian juga untuk kasus aktifnya dari posisi sekitar 70% sampai dengan 100%, jadi tinggi sekali,” kata Doni.

Bahkan, kata Doni, setiap habis libur panjang diikuti dengan kenaikan kasus aktif. Bertambahnya jumlah pasien di rumah sakit, ruang perawatan ICU, isolasi lebih dari 80%. “Bahkan pada periode bulan Januari awal tahun yang lalu beberapa provinsi telah mencapai lebih dari 100%. Sehingga pasien harus dibawa ke luar provinsi,” paparnya.

“Lantas diikuti dengan angka kematian harian yang juga sangat tinggi, lebih dari 250 kematian per hari. Dan yang tampak lagi adalah para pahlawan-pahlawan pejuang kemanusiaan yaitu para dokter dan juga perawat juga menjadi korban karena merawat pasien,” tegas Doni.