ERANASIONAL.COM – Sendang adalah  kolam kecil  yang airnya jernih dan terus mengalir.  Jimbung adalah nama  desa tempat sendang  itu berada. Sendang Jimbung  terletak di Desa Jimbung,  Kecamatan  Kalikotes,  Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Untuk menuju ke  Sendang Jimbung,  tidaklah sulit. Persisnya  dari jalan aspal  Jalan Raya Yogya –Solo di  sebelah   selatan Stasiun Klaten tinggal mengikuti arah jalan aspal kecil  itu. Jaraknya kira-kira 6 km arah selatan dari Kota Klaten. Letak Sendang Jimbung dari arah Kota Klaten  berada di sebelah kanan. Setelah melewati jalan aspal yang melewati sawah-sawah itu masuk Desa Jimbung,  belok ke kiri sudah kelihatan objek wisata Rawa Jombor.

Seperti diketahui,  memang Klaten banyak memiliki mata air alami yang tersebar di berbagai pelosok. Keberadaan mata air alami ini banyak memberi manfaat khususnya sebagai sumber air bagi sebagian besar warga yang tinggal di sekitar lokasi.

“Walaupun tidak seperti mata air alami lain yang berada di daerah Klaten utara, air yang dihasilkan Sendang Jimbung ini meski tidak melimpah,  tetapi tersedia setiap saat tanpa kenal musim.” Jelas Pak Ruri Juru Kuncen Bulus Jimbung beberapa waktu lalu, kepada Eranasional.com.

Warga sekitar Sendang Jimbung memanfaatkan air yang tersedia dari sendang untuk memenuhi kebutuhan air bersih baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk mandi, mencuci,  dan keperluan lainnya. Kelebihan air ini mengalir ke selokan di lokasi tersebut dan mengalir ke persawahan untuk keperluan pengairan. Sumber mata air di Sendang Jimbung ini berupa dua kolam yang terpisah.

“Di pinggiran kolam juga terdapat dua buah pohon besar yang sudah berumur puluhan tahun. Keberadaan pohon besar inilah yang diduga dapat mengikat dan menyimpan air tanah dari sekitar lokasi sendang. Pohon sejenis  randu ini memberikan kesan teduh sekaligus suasana mistik di area sekitar sendang,” lanjut pria 70 tahun yang hobi memelihara aneka burung hias ini.

Di dalam Sendang Jimbung ada bulus.  Sampai di Sendang Jimbung terlihat dengan kasat mata sebuah sendang yang diberi pagar pembatas. “Pada sisi timur sendang, tumbuh sebuah pohon randu yang usianya sudah ratusan tahun.  Itulah sendang tempat orang mencari pesugihan. Di sendang itulah bulus berada,” tambahnya sembari memberi tahu dan menunjuk pohon yang dimaksud.

 

Asal-Usul Bulus

Asal-asul bulus ini berawal dari  Kerajaan Kalingga  di Jawa Tengah.  Kerajaan  Kalingga  mencapai puncak kejayaannya pada tahun 674 M saat tampuk singgasana dipegang oleh seorang raja perempuan yang bernama Ratu Sima. Ratu Sima dikenal sangat adil dan bijaksana.  Sayangnya, Ratu Sima memerintah Kalingga hanya dalam waktu singkat. Dia wafat dalam usia kurang dari enam puluh tahun. Tampuk singgasana pun kemudian dipegang oleh putera tertuanya. Namun tak jelas, siapa nama pengganti Ratu Sima itu. Yang jelas, raja pengganti  Ratu Sima mempunyai seorang puteri cantik yang bernama Dewi Mahdi.

Tak jauh dari kerajaan Kalingga, juga berdiri sebuah kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Jimbung. Raja yang bertakhta di Jimbung saat itu adalah Joko Patohan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Prabu Jimbung. Joko Patohan sebenarnya juga mantan pembesar di Kerajaan Kalingga. Beliau meninggalkan Kerajaan Kalingga dan kemudian  mendirikan Kerajaan Jimbung.  Beliau dikenal sebagai raja yang tampan. Ketampanan Joko Patohan  didengar oleh Dewi Mahdi. Itulah sebabnya,  atas seizin ayahnya, tanpa malu-malu Dewi Mahdi pergi ke Kerajaan Jimbung untuk melamar Joko Patohan. Selain membawa prajurit, pengawal, turut pula dalam rombongan Dewi Mahdi yakni Ki Poleng dan Ki Remeng. Begitu tiba di dekat gapura masuk Kerajaan Jimbung, Dewi Mahdi meminta Ki Poleng dan Ki Remeng untuk menghadap Joko Patohan guna menyampaikan maksudnya.

Akan tetapi di luar dugaan, Joko Patohan menolak lamaran Dewi Mahdi. Penolakan itu, membuat marah utusan Dewi Mahdi. Utusan Dewi Mahdi itu kemudian menantang perang tanding melawan Joko Patohan. Mendapatkan tantangan dari Ki Poleng dan Ki Remeng, sebenarnya Joko Patohan berusaha mengingatkan  untuk  tidak melayani  tantangan itu. Alasan Joko Patohan, keduanya  itu bukan lawan  tandingannya. Kedua utusan itu tidak menggubris peringatan Joko Patohan. Akhirnya, perang dua melawan satu tidak terhindarkan.  Dari luar istana,  Dewi Mahdi mengetahui bahwa lamarannya ditolak oleh Joko Patohan. Seketika itu pula  Dewi Mahdi langsung memerintahkan prajuritnya untuk masuk ke istana, tapi dihadang oleh prajurit Jimbung.

Benar kata Joko Patohan. Ternyata, kesaktian Ki Poleng dan Ki Remeng, bukan tandingan Joko Patohan. Dengan kesaktiannya, Joko Patohan mengutuk kedua utusan itu menjadi dua ekor bulus raksasa berwarna belang. Begitu berubah wujud menjadi bulus, keduanya merengek kepada Joko Patohan meminta air  untuk berendam. Itulah sebabnya, kemudian Joko Patohan menancapkan senjatanya berupa tongkat ke dalam tanah. Begitu tongkat dicabut, dari dalam tanah langsung keluar air yang cukup deras. Dalam waktu sekejap, mata air yang terbuat dari tongkat pusaka milik Joko Patohan ini berubah menjadi sendang.

Sebelum memasukkan kedua bulus itu  ke dalam sendang, Joko Patohan meminta kepada keduanya agar kelak membantu manusia yang membutuhkan pertolongannya. Setelah keduanya sanggup memenuhi permintaan Joko Patohan, kedua bulus itu diceburkan ke dalam sendang. Sejak saat itu, Ki Poleng dan Ki Remeng menjadi penguasa gaib sendang yang kini lebih dikenal dengan sebutan Bulus Sendang Jimbung.

Namun pada akhirnya, pada saat ini, bulus itu lebih berperan menolong orang yang mencari kekayaan secara instan. Karena itulah, setiap orang yang dibantu dalam hal kekayaan, tubuhnya pasti berwarna belang seperti warna tempurungnya.

Mendapatkan Pesugihan

Menurut  Mbah Ruri,   juru kunci Sendang Jimbung, “Untuk mendapatkan pesugihan di tempat yang saya jaga ini, pelaku harus melakukan perjanjian gaib dengan penguasa gaib Sendang Jimbung.”

“Maksudnya ,Ki?”

“Agar bisa melakukan perjanjian gaib, pelaku harus melakukan ritual di tepi Sendang Jimbung. Syarat ritualnya harus menyediakan kemenyan, candu, nasi tumpeng plus panggang ayam kampung, minyak wangi, daging ayam mentah serta kembang tiga macam. Setelah semua perlengkapan ritual tersebut terpenuhi, pelaku dapat langsung melakukan ritual di tepi sendang….” Jelas bapak yang sudah lebih dari empat puluh tahun menjadi juru kunci Sendang Jimbung ini.

“Gampangnya lagi, prosesi ritual dapat dilakukan siang hari. Setelah prosesi mempersembahkan sesaji ini usai, prosesi selanjutnya yakni tapa kungkum (merendam diri)  di dalam sendang. Pada saat melakukan tapa kungkum yang lamanya tak lebih satu jam inilah, pelaku dapat mengutarakan permintaan serta niatnya kepada penguasa gaib Sendang Jimbung.” Tambah bapak beranak tiga ini.

Kolam yang kotor akibat banyaknya daun yang terjatuh dari pohon besar menjadikan tempat ini kelihatan serem. Mbah Ruri  menjelaskan bahwa di dalam sendang terdapat seekor bulus putih yang tak bisa dilihat oleh sembarangan orang.

“Sing saget mirsani ki poleng nggih piyayi ingkang bejo kemawon.” (yang bisa melihat ki poleng/bulus itu ya hanya orang yang beruntung saja, red).

Siapa pun yang telah menyetujui untuk bersekutu dengan danyang sendang ini harus menyiapkan bermacam-macam sesaji yang berupa bunga tujuh  warna dan buah-buahan sebagai pelengkap. Setelah siap sesajinya maka ritual akan dimulai. Oleh Mbah Ruri dikatakan  bahwa mandi di Sendang Jimbung adalah suatu keharusan.

 “Kedahe siram rumiyin wonten sendang niki trus mangke sajenipun dipun tilar wonten ing ngandhap  uwit gede niki” (Seharusnya  mandi  terlebih dahulu di sendang ini lalu sesajinya ditinggal di bawah pohon besar ini, red) sembari menunjuk kolam dan pohon. Ini memakan waktu satu hari satu malam dan orang yang sedang “nglakoni“ tidak boleh meninggalkan Sendang Jimbung sebelum waktu yang ditentukan berakhir.

Mulainya harus malam Jumat Kliwon. Syarat lainnya adalah, bagi mereka yang telah dikabulkan harus melakukan tasyakuran setiap bulan syuro di ‘Sendang Jimbung’. Bila ini dilanggar fatal akibatnya bagi pencari pesugihan tersebut. Ada pantangan yang harus dihindari oleh para pamuja Eyang Poleng, pantangan tersebut tidak boleh membunuh hewan bulus secara sengaja atau tidak. Karena bila membunuh hewan bulus maka hidup sang pemuja itu tidak begitu lama, akan mati sebelum jadwal maut yang dijadwalkan datang. Setiap malam Jum’at Kliwon si pelaku juga tidak boleh absen datang ke sendang, meski dia sudah sukses sekalipun tidak boleh lupa.

“Bila sampai lupa, maka akan ada seekor bulus yang datang berkunjung ke rumah sang pemuja tadi. Kedatangan pertama bulus ini sekadar mengingatkan. Namun bila sampai dua malam Jum’at Kliwon dirinya tidak sowan atau tidak menghadap, maka dalam bulan tersebut, sang pemuja akan dipanggil untuk menghadap oleh siluman penunggu sendang tersebut. Otomatis wujud si pemuja pun akan berubah menjadi seekor bulus seperti para pemuja Eyang Poleng lainnya yang melanggar pantangan,” tambah bapak masih menyukai moge ini.

Orang yang melakukan lelaku itu jika sudah menyatu  dengan Ki Poleng maka tubuhnya perlahan akan mulai menjadi putih. Semakin banyak tanda putih di tubuhnya maka kekayaan yang didapat pun akan bertambah meruah.  Hal itu dimulai dari tangannya,  kemudian sekujur badannya akan berubah menjadi putih dan jika sudah begitu maka ia akan mati.

Bagi yang dapat melalui ritual ini dan diterima oleh Ki Poleng maka kekayaan akan segera bisa dirasakan dalam beberapa hari atau berselang beberapa minggu setelah ritual dilakukan. Cepat kaya dan terus bertambah kian melimpah. Juga kian melebar belang di sekujur tubuhnya.

Harus Punya Usaha

Pelaku pencari pesugihan Bulus Jimbung harus mempunyai usaha dagang di rumah. Walau hanya kecil-kecilan. Dan hal ini merupakan syarat lain selain melakukan ritual. Lalu, bagaimana penguasa gaib Sendang Jimbung memberikan pesugihan kepada pelaku? Ternyata, dengan sarana berdagang itulah, penguasaha gaib Sendang Jimbung memberikan harta kepada pelaku.

“Jika pendapatan dari hasil berdagang itu kalau dikalkulasi hanya mendapat 100 ribu, maka di dalam kotak tempat penyimpanan uang, jumlah uangnya besar lebih dari itu. Dengan demikian, bisa dibayangkan, berapa kekayaan yang bakal diraup oleh pelaku,” jelas Bapak kelahiran Jimbung Guo yang semenjak tahun 1972 hingga kini menjadi juri kunci Bulus Jimbung dan belum pernah digantikan.

Setiap tahun pelaku harus melakukan ritual jika ingin terus diberi kekayaan oleh penguasa gaib sendang Jimbung. Namun walau penguasa gaib telah memberi kekayaan kepada pelaku, dia tidak memerlukan tumbal nyawa. Tapi menurut juru kunci, ada tanda khusus bagi pelaku pesugihan sendang Jimbung, yakni tubuhnya akan tampak belang-belang seperti warna pada tempurung bulus jimbung yang diyakini sebagai penguasa gaib sendang ini. Lalu, siapa sebenarnya penguasa gaib sendang Jimbung ini? Menurut juru kunci, yang menjadi penguasa gaib sendang Jimbung yakni sesosok bulus raksasa dengan tempurung berdiameter lebih kurang satu meter.  Pada hari-hari tertentu, bulus raksasa ini muncul ke permukaan dan dapat dilihat dengan kasat mata oleh siapa pun. (Sulis Sutrisna).