Ia menyebutkan, untuk saat ini pihaknya akan melakukan pemeriksaan tes kejiwaan terhadap pelaku AA. Hal itu untuk memastikan apakah pelaku mengalami kelainan atau tidak.

“Kemudian kita lebih khusus penanganan terhadap korban agar trauma yang dia alami bisa hilang. Kita akan kerja sama dengan P2TP2A, kemudian kalau perlu dampingi psikologinya,” tuturnya.

Atas perbuatannya itu, pelaku akan dikenakan Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.

“Pelaku akan terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun, tentunya akan diperberat 1/3 karena aturannya bahwa orangtua, wali, guru atau tenaga pengajar ancamannya bakal ditambah,” kata dia.