Sementara Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad menilai Polri jangan melakukan kriminalisasi dalam kasus ini. Apalagi dalam hubungan keperdataan.
“Secara hukum tidak boleh terjadi kriminalisasi, kalau tidak ada bukti-bukti yang mendukung adanya tindakan pidana, atau perbuatan pidana. Apalagi dalam hubungan keperdataan, maka diselesaikan melalui keperdataan yaitu melalui gugatan wanprestasi,” kata dia.
Menurutnya dalam menangani kasus tersebut, penyidik harusnya bersikap sesuai dengan yang ada dalam hukum formil, maupun materil yang terkait dengan penegakan hukum dan sekaligus sesuai dengan konsep Presisi.
“Tentunya segala tindakan-tindakan hukum yang presisi itu harus berdasarkan alat bukti dan berjalan sesuai dengan prosedur, substansi dan kewenangan sesuai dengan profesional dan proporsional. Tidak boleh kemudian melakukan tindakan-tindakan hukum tanpa dasar alat bukti yang jelas,” katanya.
Terkait konteks Bareskrim yang ingin mendamaikan kedua belah pihak dalam kasus ini, bukan dalam konteks didamaikan. “Harus sesuai KUHAP, yakni dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan disertai alasan sesuai fakta hukum dan faktor yang jelas,” katanya.
Terkait dugaan kriminalisasi, dirinya menyarankan korban melapor ke Propam dam Kompolnas. “Ya melaporkan oknum polisi yang melakukan kriminalisasi harus dilakukan, agar kita tidak boleh menduga-duga. Supaya kemudian ke depannya tidak terjadi lagi penanganan perkara yang profesional dan berintegritas,” ujarnya.
“Jangan sampai ada motif lain dalam dugaan kriminalisasi ini karena ada kedekatan antara pengusaha dan aparat. Akhirnya dapat menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum, karena akan terjadi vested interest yang mencederai integritas dari aparat penegak hukum terutama kesatuan Polri dan kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan