Pandemi HIV telah mengajarkan kita akan pentingnya kampanye edukasi publik –yang tentunya harus dirancang sebaik mungkin, dan juga pentingnya pelacakan kontak. Tes massal untuk orang-orang yang memiliki potensi terjangkit penyakit ini merupakan hal mendasar yang perlu dilakukan untuk memahami tingkat infeksi dari penyakit ini di masyarakat dan untuk memungkinkan terjadinya intervensi dari individu-individu yang ditargetkan dan juga intervensi di tingkat populasi.

Pandemi HIV juga telah membuktikan bahwa kata-kata dan stigma berperan penting dalam mengatasi sebuah pandemi; orang-orang perlu merasa aman dan didukung untuk melakukan tes, bukannya dikucilkan. Stigmatisasi dan prasangka dapat memicu terjadinya kesalahpahaman, diskriminasi, dan dapat juga menyebabkan orang-orang takut dites.

4. Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS) (2002-2003)

Pandemi COVID-19 merupakan wabah coronavirus yang ketiga dalam dua dekade terakhir.

Wabah pertama terjadi pada 2002, yang muncul dari sebuah spesies kelelawar tapal kuda di Cina. Penyakit ini lalu menyebar ke 29 negara lainnya dan menyebabkan 8.098 kasus terjangkit dan 774 kasus meninggal.

SARS akhirnya diatasi pada Juli 2003. Namun, SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, lebih muda menyebar dibanding dengan SARS coronavirus yang pertama.

Upaya untuk mengatasi SARS pada 2002 hingga 2003 dapat dianggap sebagai ‘latihan’ dalam menghadapi COVID-19. Para peneliti yang risetnya berfokus pada SARS dan MERS (Middle Eastern Respiratory Syndrome (penyakit akibat coronavirus lainnya yang masih menjadi isu di beberapa wilayah) menghasilkan riset-riset penting yang dapat dijadikan sebagai pondasi dalam mencari vaksin untuk mencegah SARS-CoV-2.

Pengetahuan yang diperoleh dari cara mengatasi SARS dapat juga menjadi pedoman untuk mencari obat antivirus untuk mengobati SARS-CoV-2.

SARS juga menekankan akan pentingnya komunikasi dalam masa pandemi, dan pentingnya pembagian informasi secara terang-terangan, jujur, dan tepat waktu.

SARS merupakan katalisator yang memicu terjadi perubahan di Cina. Akibat wabah ini, pemerintah melakukan investasi untuk meningkatkan sistem pengawasan medis, yang memfasilitasi terjadinya pelaporan dan komunikasi secara real-time dari unit gawat darurat langsung ke database pemerintahan pusat mengenai berbagai penyakit menular.

Sistem pengawasan medis tersebut juga dilengkapi oleh Peraturan Kesehatan Internasional, yang mengharuskan pelaporan merebaknya wabah dari suatu penyakit yang tidak biasa dan tidak terduga.