JAKARTA, Eranasional.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan tuntutan 12 tahun terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E). Hukuman terhadap Richard lebih tinggi dibandingkan tiga terdakwa lainnya.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas menyatakan bahwa tuntutan Jaksa yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/1), di luar harapan mereka. Pasalnya, LPSK sebelumnya telah mengirimkan surat rekomendasi ke Jaksa soal status Richard sebagai justice collaborator (JC).
“Tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) terhadap Richard Eliezer 12 tahun di luar harapan kami. Harapan kami, Richard sudah kita tetapkan (rekomendasikan) sebagai justice collaborator (JC), dan dia sudah menunjukkan komitmen dan konsistensinya mengungkap kejahatan ini secara terang-benderang,” kata Susilaningtyas, Rabu (18/1/2023).
Pasal itu menyebutkan justice collaborator bisa dikenakan tuntutan pidana bersyarat secara khusus, hukuman percobaan, dan hukuman pidana paling ringan di antara terdakwa lain. “Kami berharap semoga putusan dari majelis hakim nanti akan lebih adil dan seadil-adilnya,” ujar dia.
Susi mengatakan LPSK akan tetap memberikan perlindungan kepada Richard Eliezer sebagai justice collaborator. Selanjutnya, LPSK akan berkoordinasi lebih lanjut dengan kuasa hukum Richard terkait dengan pembelaan.
Dalam sidang, JPU sempat membeberkan sejumlah hal yang menjadi pertimbangan mereka memperberat tuntutan terhadap Richard Eliezer, di antaranya adalah peran Richard sebagai eksekutor Brigadir Yoshua.
“Hal yang memberatkan adalah karena terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat,” kata Jaksa sebelum membacakan tuntutan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Selain itu, Jaksa juga menyatakan perbuatan Richard menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban dan menimbulkan keresahan, serta kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Dalam tuntutannya, Jaksa menyimpulkan Richard Eliezer telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
“Kami Jaksa Penuntut Umum menuntut Majelis Hakim agar menyatakan Richard Eliezer terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana merampas nyawa orang secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dakwaan Primer melanggar Pasal 340 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pidana,” ujar Jaksa.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dipotong masa penahanan,” sambung Jaksa dalam tuntutannya.
Selain hal yang memberatkan, Jaksa juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan bagi Richard, di antaranya adalah karena Richard berperan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dalam mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Yoshua.
Richard memang merupakan orang yang pertama kali membongkar skenario palsu yang dibuat oleh mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo.
Dia mengaku melepaskan tiga hingga empat tembakan ke arah tubuh Yoshua atas perintah Ferdy Sambo. Richard juga menyatakan Sambo ikut dalam eksekusi tersebut dengan melepaskan satu tembakan ke arah kepala.
Selain itu, dia mengungkapkan bagaimana Sambo sejak awal menyusun pembunuhan terhadap Brigadir Yoshua. Richard juga menceritakan peran Putri Candrawathi yang disebut mengetahui pembuatan rencana pembunuhan tersebut.
Jaksa juga menilai Richard bersikap kooperatif serta sopan selama persidangan. Selain itu, menurut Jaksa, Richard juga telah menyesali perbuatannya plus telah mendapatkan maaf dari keluarga Yoshua.
Tuntutan Richard yang berstatus sebagai justice collaborator lebih berat ketimbang tiga terdakwa lainnya. Ketiga terdakwa yang mendapatkan tuntutan lebih ringan dari Richard adalah Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal. Ketiganya hanya mendapatkan tuntutan masing-masing delapan tahun penjara.
Tuntutan terhadap Richard hanya kalah dari yang didapatkan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo. Pria yang disebut sebagai otak pembunuhan Brigadir Yoshua itu dituntut penjara seumur hidup.
Tinggalkan Balasan