JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan agar ibu hamil harus mendapatkan protein dan kelengkapan gizi yang memadai demi menghidari terjadinya stunting. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan angka stunting di Indonesia saat ini masih cukup tinggi.
Jokowi menyatakan bahwa pencegahan stunting merupakan langkah awal untuk membuat Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Hal itu, menurut dia, penting agar SDM Indonesia bisa bersaing dengan negara lain.
“Jadi kualitas keluarga, SDM, jadi kunci bagi negara kita untuk berkompetisi dengan negara-negara lain dan sinergitas antara kementerian/lembaga, Pemda, Nakes, TNI-Polri dan swasta ini penting sekali,” kata Jokowi saat membuka Rakernas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta Timur, Rabu (25/1/2023).
Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut stunting bukan hanya mengakibatkan tinggi badan anak yang kurang, tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit-penyakit kronis. Oleh karena itu, Jokowi meminta angka stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Dia pun menyatakan gembira karena tingkat stunting di Indonesia turun hingga 15,4 persen sejak dirinya menjabat sebagai Presiden pada tahun 2014 hingga saat ini.
“Saya masuk di 2014 angkanya di 37 persen. Saya kaget tadi disampaikan dokter Budi Sadikin, saya kalau panggil Pak Menkes dokter Budi karena bukan dokter tapi jadi Menkes, sudah disampaikan Pak Menkes di 2022 angkanya sudah turun jadi 21,6 persen. Ini kerja keras kita semuanya,” kata Jokowi.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebut dari 2 juta masyarakat Indonesia yang menikah, sebanyak 1,6 juta di antaranya langsung hamil di tahun pertama. Meski begitu, Hasto menyebut dari jumlah tersebut sebanyak 400 ribu bayi yang dilahirkan mengalami stunting.
Oleh karena itu, Hasto menyebut pemeriksaan pasangan sebelum menikah perlu dilakukan. Hal itu agar orang tua dapat siap secara jasmani sebelum mengandung.
“Target 3 bulan (setelah menikah) harus diperiksa, kalau ada anemia jangan, kurang gizi, jangan hamil dulu. Ini kebijakan luar biasa sehingga mereka boleh hamil kalo sudah stabil. Tapi setelah nikah kita tunda dulu kehamilan sampai sehat baru hamil. Di situ peran BKKBN untuk memberikan kontrasepsi terlebih dahulu,” kata Hasto.
Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diperoleh balita yang dimulai dari dalam kandungan (9 bulan 10 hari) sampai dengan usia dua tahun. Stunting akan terlihat pada anak saat menginjak usia dua tahun, yang ditandai dengan tinggi rata-rata anak kurang dari anak seusianya.
Penyebab utama stunting di Indonesia adalah karena asupan gizi dan nutrisi yang kurang mencukupi kebutuhan anak, pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, hingga buruknya lingkungan tempat tinggal.
Sebelum kelahiran, sekitar 23% anak yang baru lahir mengalami stunting akibat ibu hamil yang mengalami kuang gizi dan anemia sejak masa remaja. Setelah lahir angka stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan.
Untuk mendeteksi adanya stunting, orang tua perlu melakukan pengukuran panjang badan dan pemantauan perkembangan balita di Posyandu setiap bulan. Hal itu penting agar intervensi lebih awal untuk stunting dan munculnya gizi buruk bisa dilakukan.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono dalam Forum Nasional Stunting Desember tahun lalu mengatakan terdapat 12 provinsi yang masih harus bekerja keras untuk menurunkan angka stunting di wilayahnya. Terdapat tujuh provinsi memiliki yang memiliki stunting tertinggi dan 5 provinsi dengan jumlah kasus terbesar di Indonesia.
Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah:
1. Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen
2. Sumatera Barat 33,8 persen
3. Aceh 33,2 persen
4. Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen
5. Sulawesi Tenggara 30,2 persen
6. Kalimantan Selatan 30 persen Sulawesi Barat 29,8 persen.
Sedangkan lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar yaitu:
1. Jawa Barat sebanyak 971.792 kasus
2. Jawa Timur 651.708
3. kasus Jawa Tengah 508.618 kasus
4. Sumatera Utara 347.437 kasus
5. Banten 265.158 kasus
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut masih terdapat celah terjadinya tindak pidana korupsi dalam program penurunan stunting di daerah.
Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi Niken Ariati mengatakan celah tersebut salah satunya adalah pengadaan yang tidak memberikan manfaat optimal.
“Dari identifikasi KPK yang telah dilakukan terdapat praktik dalam upaya penanganan prevalensi stunting yang beresiko menimbulkan korupsi,” kata Niken, Rabu 25 Januari 2023.
Niken mengatakan bahwa praktik korupsi dalam program penurunan prevalensi stunting dapat terlihat dari tiga aspek. Ia menjelaskan ketiga aspek tersebut adalah anggaran, pengadaan, dan pengawasan.
“Pada aspek penganggaran misalnya, kami menemukan adanya indikasi tumpang tindih penganggaran antara pemerintah pusat dengan daerah,” ujar dia melalui keterangan tertulis.
Selain itu, Niken mengatakan temuan KPK dalam potensi korupsi di pengadaan adalah masih ditemukan pengadaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik yang belum optimal.
Lebih lanjut, Niken juga menambahkan masih sering ditemukan pengadaan terhadap barang-barang yang sejatinya tidak diperlukan dalam program tersebut.
“Misalnya program pemberian makanan tambahan yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa adanya analisis kebutuhan objek. Hal ini mengurangi efektifitas pengadaan barang,” kata Niken.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan