Ferdy Sambo, terpidana hukuman mati kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.

JAKARTA, Eranasional.com – Mantan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Albertina Ho menyebutkan butuh waktu panjang untuk mengeksekusi hukuman mati kepada Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Sebab, setelah vonis diputuskan oleh PN Jaksel, masih ada proses hukum lain yang dapat ditempuh oleh Ferdy Sambo sebelum putusan tersebut inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

“Kalau dikatakan itu proses ini masih sangat jauh, masih jauh sekali, saya katakan masih lama sekali,” kata Albertina, Senin (20/2/2023).

Setelah hakim menjatuhkan vonis, Ferdy Sambo berhak mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Terkini, Ferdy Sambo dan tiga terdakwa lainnya telah mengajukan banding atas vonis masing-masing. Jika terdakwa masih tak terima dengan hasil banding, bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Memang, setelah proses kasasi, hukuman dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Namun, setelah itu, terpidana masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

“Dan PK bisa diajukan beberapa kali,” terang Albertina.

Dengan panjangnya prosedur hukum ini, Albertina memprediksi, eksekusi hukuman mati terhadap Ferdy Sambo masih sangat lama. Bahkan, sudah lazim terpidana mati harus menunggu hingga bertahun-tahun hingga akhirnya dieksekusi.

“Saya pernah bertugas di PN Cilacap, di Lapas Nusakambangan, itu kan termasuk wilayah kami untuk melakukan pengawasan dan pengamatan, banyak yang sudah 10 tahun belum dieksekusi,” ungkapnya.

Ferdy Sambo, terpidana hukuman mati kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.

Di sisi lain, Albertina menyebutkan, aturan baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuka celah bagi mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lolos dari eksekusi hukuman mati.

Dalam aturan baru KUHP disebutkan bahwa terpidana hukuman mati menjalani masa percobaan selama 10 tahun. Jika dalam rentang waktu tersebut terpidana berkelakuan baik, dia mungkin mendapat keringanan hukuman menjadi pidana seumur hidup. KUHP baru itu berlaku mulai 2026 mendatang.

Menurut Albertina, jika sampai masa berlakunya KUHP tersebut putusan Ferdy Sambo belum inkrah, maka bisa saja hukumannya merujuk pada KUHP baru sehingga terbuka celah lolos dari eksekusi hukuman mati.

“Peluang lolos dari vonis mati itu ada, saya tidak berani memastikan, tapi saya katakan peluang itu ada,” ucap anggota Dewan Pengawas KPK ini.

Sebagaimana diketahui, Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta supaya Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup.

Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yaitu pidana penjara selama 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan JPU yang meminta agar Putri dipenjara 8 tahun.

Sementara, terdakwa lain yakni Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan JPU, yakni 8 tahun penjara. Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR). Sebelumnya, JPU meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.

Vonis yang sangat ringan diberikan kepada Richard Eliezer (Bharada E). Hakim memutuskan menghukum Richard dipidana penjara 1,6 tahun, jauh di bawah tuntutan JPY yakni pidana penjara 12 tahun.

Ferdy Sambo, terpidana hukuman mati kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.

Atas vonis hakim tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf mengajukan banding. Banding juga diajukan oleh Kejaksaan Agung.

Pada saat bersamaan, Kejaksaan Agung memutuskan tidak mengajukan banding atas vonis Richard Eliezer meski putusan mantan ajudan Ferdy Sambo itu jauh lebih rendah dari tuntutan JPU.