JAKARTA, Eranasional.com – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang memiliki saham di perusahaan konsultan pajak melanggar aturan. Pasalnya, hal tersebut bisa memicu konflik kepentingan, karena pegawai tersebut bisa berkongkalikong dengan kantor konsultan pajak.
Bhima mengatakan pejabat pajak tersebut melanggar UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 ayat (14) dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi No 12 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penanganan Konflik Kepentingan.
“Yang dimaknai sebagai kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/ atau orang lain dalam penggunaan wewenang. Sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/ atau dilakukannya,” ujar Bhima, Jumat (10/3/2023).
Sementara pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2016 ada penjelaskan soal konflik kepentingan. Maknanya adalah situasi di mana penyelenggara negara memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan tindakannya.
Bhima menuturkan, pejabat pajak yang memiliki saham di perusahaan di bidang konsultan pajak jelas ada konflik kepentingannya. Dia menilai seharusnya sudah jelas rambu-rambunya tidak boleh memiliki saham di perusahaan swasta termasuk konsultan pajak.
“Kan aneh ada petugas pajak menikmati hasil konsultan pajak. Ini yang membuat kebijakan pajak cenderung bias, bahkan menguntungkan klien konsultan pajak,” tutur Bhima.
Dia pun mencontohkan bagaimana konflik kepentingan itu muncul. Misalnya, konsultan pajak melayani klien wajib pajak yang ingin agar pajak disetor lebih rendah dari nilai riilnya. Situasi itu memiliki celah bagi oknum petugas pajak. Karena suap antara wajib pajak ke petugas pajak terlalu mencolok, sehingga opsi lain dengan menjadi pemegang saham.
“Keuntungan dari hasil kongkalikong laporan pajak tadi dibagikan sebagai dividen ke oknum petugas pajak. Cara ini relatif aman karena uang masuk tercatat keuntungan bisnis murni. Padahal ini hanya skema saja yang ujungnya suap,” ucap Bhima.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Penanganan Korupsi atau KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan segera menyerahkan data 134 pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham ke Kementerian Keuangan.
“Tadi sudah dengan Pak Sekjen bisik-bisik. Nanti saya kasih tahu, dikasihnya?,” ujar Pahala kemarin.
Selain itu, Pahala mengatakan KPK sudah menelusuri 280 perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh para pegawai Pajak. Dia menyebut dua di antara 280 perusahaan tersebut adalah perusahaan konsultan pajak.
“Banyak, macam-macam perusahaan lagi kita telusuri. Tapi fokus kita adalah yang konsultan pajak terlebih dahulu,” kata dia.
Pahala menjelaskan perusahaan bidang konsultan pajak dapat membuka pintu konflik kepentingan. Sehingga, dia berujar, KPK masih akan mengorek-ngorek kantor konsultan pajak yang dimiliki pegawai pajak terlebih dahulu.
Kekayaan para pegawai Kemenkeu menjadi sorotan usai video penganiayaan anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio, beredar di internet. Mario merupakan anak dari pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Warganet yang bereaksi atas video penganiayaan tersebut kemudian menguliti LHKPN milik Rafael Alun.
Bak efek domino, kekayaan dan gaya hidup hedon para pegawai Kemenkeu mulai terkuak satu per satu. Teranyar, muncul nama pejabat menengah di Kemenkeu seperti Eko Darmanto, Andhi Pramono, dan Wahono Saputro yang disebut memiliki kekayaan tidak wajar.
Tinggalkan Balasan