Polisi melakukan penggerebekan terhadap sejumlah toko diduga terkait importasi pakaian bekas ilegal, salah satunya di Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat.

JAKARTA, Eranasioanl.com – Pedagang di Pasar Senen, Rifai Silalahi, keberatan dengan pernyataan pemerintah yang terkesan menyudutkan bisnis pakaian bekas impor (thrifting). Menurut dia, baju bekas impor bukanlah sampah.

“Pakaian bekas bukan hanya sampah negara maju atau sejenisnya, tetapi merupakan sebuah komoditi global yang sudah diperjualbelikan di hampir seluruh negara yang ada di dunia,” kata dia, Kamis (23/3/2023).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang bisnis thrifting di Tanah Air. Jajarannya, termasuk Kementerian Koperasi dan UKM, mendukung keputusan tersebut, bahkan sampai menyebut tentang sampah.

Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menilai impor pakaian bekas membuat Indonesia menjadi tempat pembuangan limbah dari negara lain. Oleh sebab itu, Kementerian Koperasi dan UKM melihat thrifting sebagai masalah yang harus diperangi.

“Kami tidak mau kita jadi bangsa yang menampung sampah. Itu juga menghancurkan industri pakaian dan alas kaki,” ujar Hanung di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Kamis (16/3) lalu.

Rifai tak terima dengan pernyataan tersebut. Menurut dia, baju bekas impor memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan banyak anak muda, tak hanya di Indonesia, yang menggemari tren thrifting.

Buktinya, negara tetangga, seperti Malaysia juga memasok produk thrifting. Rifai memaparkan, Negeri Jiran itu menjadi pelaku ekspor dan impor baju bekas.

Malaysia membeli baju bekas dari Korea Selatan dan Jepang untuk diimpor ke berbagai negara di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Vietnam. Rifai melanjutkan, Amerika Serikat (AS) mengekspor pakaian bekas ke Eropa, Afrika, Haiti, dan Caribbean.

Kemudian negara-negara Eropa lain juga mengekspor pakaian bekas ke Pakistan dan India. Salah satu perusahaan di Dubai, Second Hand & New Clothing Experts, pun mengekspor pakaian bekas ke banyak negara di dunia.

“Indonesia bukan satu-satunya negara yang menerima pakaian bekas dari negara lain,” ucap Rifai.

Dia kemudian menyinggung bahwa ada 7,6 juta masyarakat Indonesia yang bekerja dan terlibat dalam industri tekstil nasional. Dari jumlah itu, 5 juta orang di antaranya bergelut di bisnis thrifting Indonesia.

Karena itulah, Rifai menganggap, larangan bisnis thrifting oleh Jokowi ini akan memunculkan masalah baru. “Bisnis thrifting harusnya bisa menjadi bagian UMKM seperti yang lainnya dan juga mendapat kesempatan dan perhatian yang sama dari pemerintah,” ujarnya.