Kantor KPU Pusat di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. (Foto: Istimewa/Antara)

JAKARTA, Eranasional.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana akan menghapus kewajiban memberikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Hal itu diungkapkan Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Idham Holik dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI akhir Mei 2023 lalu.

Ada pun alasan KPU laporan asal-usul dana kampanye tersebut karena tidak tercantum secara eksplisit di dalam UU Pemilu. Alasan lainnya, berkaitan dengan singkatnya masa kampanye Pemilu 2024 yang hanya 75 hari.

Untuk diketahui, penerapan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) sudah diterapkan sejak Pemilu 2014.

Dosen hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai rencana penghapusan LPSDK merupakan kebijakan bermasalah karena tidak semua kandidat yang bertarung dalam kontestasi memiliki uang yang banyak untuk mendanai kampanyenya.

Dengan tingginya ongkos politik di Indonesia, keterlibatan sumbangan dari pihak ketiga kerap kali dituding sebagai salah satu penyebab korupsi yang terjadi ketika kandidat tersebut terpilih sebagai pejabat.

“Sangat mungkin ada peserta pemilu yang banyak aktivitas kampanyenya tapi tidak jelas pemasukannya dari mana mengingat harta kekayaannya tidak terlalu besar,” kata Titi.

“LPSDK ini praktik baik yang mestinya menjadi komitmen semua pihak untuk mewujudkan pemilu bersih dan antikorupsi,” sambungnya.

Menurutnya, aspek transparansi ini krusial karena caleg juga tidak diwajibkan melaporkan harta kekayaan sebelum mencalonkan diri.

“Durasi kampanye memang pendek, hanya 75 hari. Tapi justru karena makin pendek, sangat mungkin peserta pemilu akan jor-joran mengeluarkan belanja kampanye untuk penetrasi pemilih agar di waktu yang sempit bisa optimal mempengaruhi pemilih. Di situ lah krusial dan strategisnya LPSDK,” pungkas Titi.

Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) khawatir dihapusnya ketentuan LPSDK membuat peserta pemilu semakin leluasa melanggar ketentuan dana kampanye. Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil mengatakan, dihapusnya LPSDK bakal membuat masa kampanye Pemilu 2024 tak ubahnya ruang gelap.

“Takmenutup kemungkinan para peserta pemilu semakin leluasa menggunakan uang dari sumber-sumber ilegal untuk berkampanye. Pasti penghapusan LPSDK ini membuka celah masuknya dana gelap kepada peserta pemilu, karena tidak ada lagi ruang untuk mengawasi penerima atau pemberi sumbangan dana pemilu,” kata Fadli, Selasa (13/6/2023).

Selain itu, penghapusan LPSDK juga dapat membuat Bawaslu tak mempunyai pijakan untuk menindak pelanggaran ketentuan dana kampanye seperti batas maksimal dana sumbangan dan larangan menerima sumbangan dari pihak asing.

Dia lantas meragukan klaim Bawaslu bahwa pengawasan dana kampanye bisa dilakukan walaupun tak ideal, dengan membandingkan dua laporan tersisa yang diwajibkan KPU, yaitu Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

“Dengan dihapusnya instrumen LPSDK, maka Bawaslu tidak bisa mengecek peserta pemilu yang melanggar ketentuan sumbangan kampanye. Akhirnya, Bawaslu tidak bisa menjatuhkannya sanksi sebagaimana diatur dalam UU Pemilu,” tukasnya.

Fadli pun mempertanyakan alasan sesungguhnya KPU menghapus ketentuan LPSDK. “Saya enggak tahu, apakah penghapusan ini karena memang perspektif KPU yang bermasalah atau sedang menjalankan pesan dari kekuatan politik, pesanan tertentu, saya tidak tahu,” ujar Fadli.