Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. (Foto: Instagram/Sri Mulyani)

JAKARTA, Eranasional.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menanggapi julukan yang disematkan kepada dirinya, yaitu Menteri Keuangan Tukang Ngutang.

Menurut dia julukan itu perlu dikoreksi. Dia menilai, siapa pun yang memberikan julukan tersebut tidak mengerti mengenai kegunaan dari utang.

Dia menyebut, dalam membangun bangsa banyak instrumen yang bisa dipakai, meliputi pajak, subsidi, dan ekuitas.

Kata dia, instrumen-instrumen yang dia sebutkan sangat konkrit. Tapi, di tengah tangan yang semakin komplek dan keterbatasan keuangan negara, maka pemerintah mencari instrumen lain, salah satunya dalam bentuk utang untuk menambal kebutuhan pembangunan.

“Kalau hanya mengandal APBN saja tidak cukup,” tuturnya.

Pemerintah, tegas Sri Mulyani, tidak akan membiarkan masalah itu begitu saja, apalagi krisis iklim menjadi tantangan nyata bagi Indonesia.

Meski utang menjadi pilihan, kata Sri Mulyani, pemerintah dan Kemenkeu tidak akan ugal-ugalan memanfaatkannya.

Data utang Indonesia

Berdasarkan data Kemenkeu, utang pemerintah per akhir Nei 2023 sebesar Rp7.781,51 triliun. Realisasi ini turun sekitar Rp62,38 triliun dari posisi 2023 yang sebesarnya Rp62,38 triliun dari posisi April 2023 yang sebesar Rp7.849,89 triliun.

Secara rinci utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.934,25 triliun dan pinjaman sebesar Rp853,26 triliun.

MmSementara, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 37,85 persen. Artinya, utang pemerintah masih jauh lebih rendah dari batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara sebesar 60 persen dari PDB.