Jakarta, ERANASIONAL.COM – Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa pemerintah kini membuka peluang untuk menugaskan warga negara asing (WNA) menduduki posisi pimpinan di BUMN, tanpa harus jadi kewarganegaraan Indonesia.
Pernyataan ini mencerminkan langkah reformis dalam upaya memperkuat daya saing dan tata kelola perusahaan pelat merah.
Prabowo mengungkapkan bahwa regulasi terkait hal ini telah diubah.
“Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat non-Indonesia bisa memimpin BUMN kita,” kata Prabowo di forum Forbes Global CEO Conference 2025 di St Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Ia menambahkan bahwa keterbukaan tersebut dimaksudkan untuk memperluas ruang bagi profesional asing yang memiliki keahlian khusus, terutama di bidang manajemen dan teknologi, agar dapat masuk ke sistem kepemimpinan di perusahaan negara.
Dengan demikian, pemerintah berharap kualitas kepemimpinan di BUMN bisa naik ke level global dan mendorong inovasi yang lebih cepat.
Namun demikian, meski pintu dibuka, Prabowo menegaskan bahwa penunjukan pemimpin asing tidak otomatis dan harus melalui seleksi yang ketat, mempertimbangkan kompetensi, integritas, serta kemampuan memahami budaya dan kontekstual Indonesia.
Ia memastikan bahwa seorang calon asing tidak akan diangkat asal-asalan, tetapi melewati proses evaluasi transparan.
Reaksi publik
Para pengamat bisnis menilai bahwa kebijakan ini bisa menjadi terobosan positif, tetapi juga harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang kuat agar tidak menimbulkan masalah kedaulatan ekonomi.
Sebaliknya, sebagian kritikus menyuarakan kekhawatiran mengenai pengaruh asing yang berlebihan di sektor strategis.
Kementerian BUMN belum memberikan respons resmi hingga berita ini diturunkan. Namun menurut catatan, beberapa negara maju telah menerapkan model serupa, di mana pimpinan perusahaan negara bisa berasal dari warga negara asing, selama mereka memenuhi persyaratan profesional dan regulasi yang berlaku.
Kebijakan ini menjadi salah satu langkah paling progresif di era kepemimpinan Prabowo, dan akan menjadi titik pantau penting bagaimana pemerintah menyeimbangkan antara keterbukaan global dan proteksi kepentingan nasional.
Tinggalkan Balasan