Jakarta, Eranasional.com – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia dilaporkan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terkait tindak pidana nepotisme yang terjadi dalam proses perkara Uji Materil Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017.
Menurut Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, TPDI melaporkan dugaan kolusi dan nepotisme terkait putusan uji materiil batas usia capres ke KPK.
TPDI melaporkan Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, Mensesneg Pratikno dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke KPK.
Menurut mereka, Ketua MK Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi, telah bersikap tidak jujur dan tidak fair.
“Karena membiarkan persidangan Perkara No. 90/ PUU-XXI/ 2023, berlangsung tanpa ada kesadaran Anwar Usman untuk menyatakan mundur karena ada conflict of interest dan tanpa Presiden Jokowi sebagai Pihak Pemberi Keterangan dalam Uji Materiil menyampaikan keberatan terkait adanya kondisi terlarang oleh ketentuan pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009,” ujar Petrus, Senin (23/10/2023).
Hal yang sama tidak dilakukan oleh para pihak pemohon dan pihak pemberi keterangan dalam persidangan untuk mengingatkan Hakim Konstitusi Anwar Usmam agar mengundurkan diri dari persidangan Perkara Uji Materiil dimaksud.
Karena mundur dari persidangan perkara Uji Matriil dimaksud bersifat wajib sesuai perintah pasal 17, UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Adanya hubungan keluarga, sehingga membuat dirinya berada dalam conflict of interest, hal itu selain berakibat tidak sahnya putusan perkara dimaksud, juga menunjukan ada gelagat terjadi kolusi dan nepotisme yang sudah jauh membelenggu MK,” jelasnya.
Mereka menilai Anwar Usman tidak jujur untuk menyatakan dirinya berada dalam conflict of interest karena ada hubungan ipar dengan Jokowi terkait perkara untuk anak Jokowi Giran Rakabuming Raka yang adalah keponakan Anwar Usman.
Hal itu diduga menunjukkan adanya kolusi dan nepotisme yang diduga dilakukan Anwar Usman.
“Karena itu TPDI melaporkan ke KPK pada hari ini, 23/10/2023, untuk diproses hukum guna memastikan apakah ada peristiwa pidana kolusi dan nepotisme dan jika ada maka siapa-siapa saja pelakunya,” terangnya.
Tinggalkan Balasan