ERANASIONAL, Jakarta | Ratusan orang mengantre untuk masuk ke Vihara Dharma Bakti, Jakarta Barat, Jumat (12/2) pagi.

Mereka berdiri di atas garis merah yang sudah dipasang petugas Vihara yang berada di wilayah Glodok, Kecamatan Taman Sari tersebut sebelum gelaran tahun baru Cina atau imlek hari ini.

Setiap garis berjarak satu meter, dengan maksud sebagai bagian dari protokol kesehatan pencegahan penularan virus corona (Covid-19) agar tetap terjaga selama perayaan Imlek di klenteng tertua Jakarta tersebut.

Di Indonesia, ini adalah kali pertama imlek digelar di masa pandemi Covid-19. Penanggulangan dampak pandemi Covid-19 di Indonesia baru mulai gencar setelah kasus pertama terungkap pada Maret 2020. Padahal, di negara yang diduga menjadi mula pandemi global Covid-19, China, sudah ada langkah-langkah yang dilakukan sejak awal 2020. Dengan kata lain, imlek di negara nenek moyang etnis Tionghoa itu sudah terasa berbeda sejak tahun lalu.

Olivia salah satu pengunjung Vihara Dharma Bakti mengaku merasa asing dengan perayaan Imlek tahun ini dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 di Indonesia.

Meski rumah Olivia berada di daerah Jakarta Utara, namun setiap tahun ia selalu merayakan Imlek di vihara yang berlokasi di Jakarta Barat ini. Sehingga ia merasakan jelas perbedaan Imlek tahun ini.

“Imlek sekarang lebih berubah dengan keadaan seperti ini. Kita sembahyang aja harus ngantre seperti ini. Kalau kita ngantre gini aneh sih biasanya datang langsung sembahyang,” jelasnya kepada wartawan pada Jumat (12/1).

Biasanya, kata Olivia, setiap imlek Vihara Dharma Bakti penuh dengan warga. Selain untuk sembahyang, mereka juga datang untuk melihat berbagai pertunjukan.

“Biasanya meriah, ada acara-acara pertunjukan, barongsai,” ucapnya.

Hal serupa juga dirasakan Santi. Ia datang ke Vihara bersama anak dan suaminya.

Santi merasa pada Imlek tahun ini banyak yang berubah. Namun, ia bisa menerima itu.

“Pandemi gini kan otomatis kita enggak bisa ramai-ramai ya merayakan bersama-sama. Kedua, PPKM [pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat] masih berjalan ya,” jelasnya.

Meski begitu, ia tetap menjalankan tradisi-tradisi lama dengan cara yang baru. Salah satunya yaitu tradisi bagi-bagi angpao. Angpao biasanya hadiah uang yang dimasukkan ke amplop di kala imlek.

“Tetap bagi-bagi angpao, tapi ya paling ditransfer. Soalnya kondisi juga gini kan,” ucapnya.

Angpao digital paling jauh yang dia berikan yaitu ke orang tuanya di Bangka, Pangkal Pinang.

“Kalau papa mama kan di kampung. Kalau dulu selalu balik tiap tahun ke sana, sekarang ya ditransfer aja jadinya. Enggak bisa ke sana juga,” tutur Santi.

Tradisi bagi-bagi angpao digital juga bukan hanya dilakukan Santi. Honorius, pengunjung Vihara Dharma Bakti juga sudah beralih ke angpao digital.

“Kalau angpao biasa ya untuk orang di rumah. Kalau yang jauh-jauh ya transfer,” katanya.

Angpao digital yang ia bagikan paling jauh ke kerabatnya di Kalimantan.

Perayaan Imlek di tengah pandemi ini banyak mengubah tradisi yang dilakukan oleh umat Konghucu. Namun, yang paling terasa bagi Edi adalah tradisi berkumpul.

“Tradisi yang hilang banyak. Enggak bisa kumpul-kumpul,” ucapnya.

Usai pulang dari vihara, ia melanjutkan perayaan imlek di rumah. Padahal, biasanya ia dan keluarga merayakan imlek dengan pergi ke luar.

“Tahun ini kita di rumah saja enggak bisa jalan-jalan, makan-makan,” jelasnya.

Meski begitu ia tetap menerima kondisinya dan berharap pandemi segera berakhir.

(Red/Cnn).