Jakarta, ERANASIONAL.COM – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini tidak dilibatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membagikan sembako kepada rakyat akhir-akhir ini. Padahal itu merupakan tugas kementerian yang dipimpinnya.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana membenarkan bahwa Presiden Jokowi tidak mengajak Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini saat membagikan sejumlah bansos akhir-akhir ini.

Menurut Ari, bansos yang dibagikan Presiden Jokowi akhir-akhir ini berkaitan dengan cadangan pangan.

Sehingga, Kepala Negara langsung melibatkan Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) saat membagikan bansos.

“Karena terkait dengan cadangan pangan, maka ada Bulog dan Bapanas. Jadi lebih pada hal itu, sekaligus mengecek mengenai keberadaan pangan di setiap daerah. Jadi yang diajak tentu yang berkaitan dengan itu,” jelas Ari di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Senin, 29 Januari 2024.

Ari dengan tegas membantah, tidak dikutsertakannya Risma karena yang bersangkutan adalah kader PDIP.

“Enggak ada itu, enggak ada status kepartaian,” ujarnya.

Akhir-akhir ini Presiden Jokowi kerap menyalurkan bansos untuk masyarakat saat kunjungan kerja ke berbagai daerah.

Bansos yang disalurkan antara lain bantuan pangan, bantuan El Nino dan bantuan untuk pedagang pasar.

Saat menyalurkan bansos-bansos tersebut, Jokowi tidak pernah didampingi Mensos Tri Rismaharini, melainkan didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menko PMK Muhadjir Effendy.

Seperti diketahui, Mensos Tri Rismaharini merupakan kader PDI-P yang saat ini mengusung pasangan capres-cawapres Ganjar Prabowo-Mahfud MD.

Sementara, hubungan Jokowi dengan PDIP, partai yang membesarkannya sedang “perang dingin”.

Jokowi disinyalir lebih mendukung Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.

Majunya Gibran sebagai cawapresnya Prabowo dinilai oleh beberapa kalangan cacat etika, karena dibantu oleh pamannya, Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

MK era Anwar Usman memutuskan, capres di bawah usia 40 tahun boleh menyalonkan diri di ajang kontestasi Pilpres 2024 asalkan pernah terpilih atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.

Belakangan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan terjadi pelanggaran etika berat dalam putusan MK tersebut, dan Anwar Usman diturunkan dari jabatannya dan dikenai sanksi lainnya.

Meski begitu, putusan anulir MK yang dibuat hakim konstitusi di era Anwar Usman tidak bisa dianulir, dan Gibran tetap dinyatakan sah secara konstitusi sebagai cawapres. (*)