Jakarta, ERANASIONAL.COM – Tim hukum Prabowo-Gibran menghadirkan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari dan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pakuan Bogor, Andi Asrun sebagai ahli di sidang lanjutan gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 4 Maret 2024.
Namun salah satu saksi ahli yang dihadirkan yakni Andi Asrun diprotes tim hukum Ganjar-Mahfud Maqdir Ismail
Alasannya karena Andi Asrun sempat menjadi Direktur Sengketa Pilpres untuk pasangan Ganjar-Mahfud.
“Kami mendengar salah satu ahli yang dihadirkan ini adalah Prof Andi Muhammad Arsun, saudara ahli ini begitu kita mula mempersiapkan segala hal terkait dengan permohonan ke MK ini, beliau masih sebagai direktur sengketa pilpres untuk 03,” protes Maqdir.
Ketua MK Suhartoyo bertanya apakah Andi Arsun sudah tidak menjabat lagi sebagai Direktur Sengketa Pilpres atau tidak.
Maqdir lantas mengakui jika yang bersangkutan sudah mundur, namun sempat terlibat dalam persiapan gugatan ke MK ini.
“Yang kami khawatir kehadiran beliau sebagai ahli akan terjadi konflik kepentingan sehingga saya secara pribadi saya keberatan dengan kehadiran Andi,” tegas dia.
Tak hanya itu, tim hukum Ganjar-Mahfud lainnya Todung Mulya Lubis juga memprotes kehadiran M Qodari sebagai ahli.
Qodari, lanjutnya, kerap terlibat dalam kegiatan Prabowo Satu Putaran.
“Karena kami percaya sebagai ahli harus bersikap independen, tidak bias, tapi kami melihat saudara Qodari itu terlibat dalam beberapa kegiatan gerakan satu putaran dan juga menyuarakan jabatan Jokowi 3 periode, ini mengganggu independensi,” kata dia.
Protes juga datang dari tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Tim hukum AMIN, Refly Harun memprotes Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dan pendiri Cyrus Network Hasan Nasbi sebagai ahli di MK.
“Karena yang saya tahu beliau sering tampil di TV mewakili 02 bahkan pada acara terakhir dengan Margarito Kamis mengatakan bagian dari pendukung Prabowo. Jadi kami meragukan independensinya,” kata Refly.
Tak hanya Margarito dan Hasan, anggota Tim Hukum AMIN lainnya Bambang Widjojanto atau BW memprotes kehadiran eks Wamenkumham Edward Omar sharif Hiariej atau Eddy menjadi ahli.
“Relevansinya adalah seseorang yang jadi tersangka apalagi dalam kasus tindak korupsi untuk menghormati mahkamah ini, sebaiknya dibebaskan untuk tidak sebagai ahli,” kata BW.
“Saya ingin mengajukan ini jadi sebuah keberatan, nanti majelis pertimbangkan,” tambahnya.
Diketahui sebelumnya Eddy Hiariej ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap Rp 8 miliar oleh KPK.
Namun ia tak terima dan mengajukan pra peradilan. Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Estiono menyatakan penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej dkk oleh KPK adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena tidak memenuhi minimum dua alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Dengan demikian, status tersangka Eddy Hiariej gugur. []
Tinggalkan Balasan