Jakarta, ERANASIONAL.COM – Presiden Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat meminta Presiden Terpilih Prabowo Subianto agar mencabut Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.
Mirah mengatakan bahwa gerakan serikat pekerja/buruh selalu konsisten menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, termasuk dalam peringatan Hari Buruh Internasional, Rabu 1 Mei 2025.
“Hari Buruh Internasional (May Day) tanggal 1 Mei 2024 masih diwarnai dengan tuntutan Gerakan Serikat Pekerja/Buruh Indonesia yang konsisten menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023,” kata Mirah, dikutip dari Kompas TV, Rabu, 1 Mei 2024.
Ia menerangkan bahwa penerapan Omnibus Law ini menyebabkan penetapan upah minimum tidak lagi melibatkan unsur tripartit dan kenaikan upah minimum tidak memperhatikan unsur kelayakan.
Hal inilah yang menyebabkan UU Cipta Kerja justru dinilai membuat pekerja Indonesia semakin miskin.
“Karena telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah, dan juga jaminan sosial,” terangnya.
Pihaknya meminta agar pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 serta mengembalikan mekanisme penghitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten (UMK) dengan memperhitungkan tingkat inflasi, angka pertumbuhan ekonomi, dan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak.
“Kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak,” tegasnya.
Diketahui, Omnibus Law Cipta Kerja juga membuat sistem outsourcing diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas, sistem kerja kontrak dapat dilakukan seumur hidup tanpa kepastian status kerja menjadi pekerja tetap.
Pemutusan hubungan kerja atau PHK sepihak oleh perusahaan juga menjadi lebih mudah dilakukan, termasuk karena hilangnya ketentuan PHK harus melalui penetapan pengadilan.
Mirah menambahkan bahwa masih banyak perusahaan yang tak senang apabila pekerjanya berserikat.
Untuk itu, ia meminta pemerintah memastikan perlindungan hak berserikat dalam perusahaan.
Pihaknya juga meminta agar Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga untuk segera disahkan menjadi UU. []
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan