“Adapun peran masing-masing dari tersangka itu adalah pelaku FA alias A memanggil korban dengan mengatakan ‘woi tingkat satu yang makai PDO (pakaian dinas olahraga) sini’. Jadi, turun dari lantai tiga ke lantai dua,” ucap dia.

Setelah korban dan teman-temannya turun ke lantai dua, mereka kemudian digiring masuk ke toilet pria lantaran di sana tidak ada CCTV.

Selain memanggil korban, tersangka A juga berperan sebagai pengawas ketika peristiwa tindak kekerasan terjadi.

“Selanjutnya tersangka WJP alias W pada saat proses terjadinya kekerasan eksesif mengatakan, ‘jangan malu-maluin, kasih paham’,” ucap Kombes Gidion.

Sementara tersangka K berperan sebagai pihak yang menyarankan agar korban Putu Satria yang pertama kali mendapat pukulan.

“K menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka Tegar dengan mengatakan, ‘adikku aja nih mayoret tepercaya’,” ujar Kombes Gidion.

Oleh karena petunjuk tersangka K, pelaku utama yakni Tegar langsung terdorong untuk memukul korban Putu Satria.

Setelah itu, Putu mendapat pukulan di bagian ulu hatinya sebanyak lima kali sampai lemas dan terkapar.

Tegar yang panik kemudian berusaha menolong Putu dengan menarik lidahnya.

Namun, pertolangan tersebut pun justru membawa malapetaka bagi Putu.

Karena pertolongan yang salah itu menyebabkan jalur pernapasan tertutup dan menyebabkan korban meninggal. []