Jakarta, ERANASIONAL.COM – Kejaksaan Agung kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap artis Sandra Dewi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 hari ini, Rabu (15/5/2024).
Panggilan pemeriksaan terhadap Sandra Dewi tersebut merupakan yang kedua kalinya, setelah sempat dipanggil penyidik pada Kamis (4/4/2024) kemarin.
“Kita ada panggilan kepada yang bersangkutan (Sandra Dewi) jam 09.00 pagi ini,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana saat dikonfirmasi.
Ketut tidak membeberkan lebih jauh ihwal materi pemeriksaan yang akan didalami oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Ia juga menyebut belum mengetahui apakah istri tersangka Harvey Moeis itu bakal hadir dalam pemeriksaan nanti atau tidak.
“Kami belum dapat konfirmasi mengenai kehadiran yang bersangkutan,” katanya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi sebelumnya mengatakan pemeriksaan terhadap Sandra Dewi dilakukan untuk mengklarifikasi sejumlah rekening yang telah disita sebelumnya.
“Kami lakukan pemanggilan terhadap saksi SD dalam rangka untuk meneliti terhadap beberapa rekening yang telah kami blokir beberapa tempo hari,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/4/2024).
Melalui pemeriksaan itu, Kuntadi mengatakan diharapkan nantinya akan dapat diketahui rekening mana saja yang digunakan oleh Harvey dalam kasus korupsi timah.
“Mana yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara HM dan mana yang tidak terkait,” tuturnya.
“Sehingga diharapkan kami tidak melakukan tindakan kesalahan penyitaan,” imbuhnya.
Kejagung telah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.
Tinggalkan Balasan