Jakarta, ERANASIONAL.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau agar masyarakat hati-hati dan tak gampang ngeklik link yang tak jelas sumber pengirimnya. Karena bisa jadi itu adalah link berisi penipuan.
OJK juga mengimbau bagi masyarakat supaya tak tergiur jika melihat penawaran ilegal, baik dalam berbentuk pinjaman online dan investasi.

Hal-hal di atas merupakan upaya dari OJK untuk mengedukasi masyarakat supaya pinjol ilegal tak lagi beredar di tengah masyarakat.

“Edukasi kepada masyarakat untuk hati-hati kalau lihat penawaran-penawaran, baik itu pinjol, investasi, kita harus hati-hati jangan sembarangan ngeklik-ngeklik gitu,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (21/5/2024).

“Karena ini memang peran edukasi penting sekali dan harus sampai ke pelosok-pelosok dengan berbagai instrumen,” imbuhnya.

Menurutnya, meski OJK dan lembaga lain yang tergabung di Satgas PASTI sudah berupaya untuk mencegah sampai men-takedown link-link dan pinjol tersebut, mereka tetap saja muncul terus menerus.

“Karena kita berkejaran dengan yang namanya ilegal kan, orang-orang jahat ya, mereka terus menciptakan berbagai link-link penipuan. Nah, masyarakat juga harus hati-hati,” ujarnya.

Ia mengakui kehadiran pinjol dan investasi ilegal ini sangat meresahkan masyarakat. Ia menjelaskan, sebelum adanya Undang-undang P2SK, kewenangan OJK menindak pinjol ilegal tidak terlalu jelas. Tapi dengan UU P2SK, OJK dan Satgas PASTI sudah diberikan kewenangan untuk mengurusnya.

“Ada teman-teman kepolisian, teman kementerian lembaga lain, yang mana misalnya ada website ilegal, kita minta teman-teman di Kominfo untuk tolong ini takedown,” kata Mirza.

“Tapi kembali lagi ya, bisa kemudian besoknya muncul lagi dengan nama lain, sesuatu yang ilegal ini muncul terus tapi ya kita tidak boleh menyerah.” pungkasnya.

Menurut laporan OJK, pada periode Februari-Maret 2024 Satgas PASTI telah menemukan 537 entitas pinjol ilegal di sejumlah website dan aplikasi, 48 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) dan 17 entitas yang melakukan penawaran investasi/kegiatan keuangan ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.