“Kondisinya adalah guru honorer ini mereka diangkat oleh kepala sekolah, dibayar dengan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tanpa seleksi yang jelas,” sambungnya.

Menurut Budi, guru honorer yang kena cleansing itu diangkat berdasarkan subjektifitas kepala sekolah. Namun, mengabaikan ketentuan dan kebutuhan yang berlaku.

“Jadi apa yang dilakukan para kepala sekolah selama ini mengangkat para guru honorer tidak sepengetahuan dari Dinas Pendidikan dan tidak sesuai dengan kebutuhan, pengangkatannya tidak di-publish, dan pengangkatannya subjektivitas,” terang Budi.

Padahal, lanjut Budi, larangan telah disampaikan Disdik DKI Jakarta kepada kepala sekolah sejak jauh-jauh hari dari 2017. Tetapi, masih didapati kepala sekolah yang tak mematuhi instruksi tersebut.

“Bahkan, dari 2022 pun kita sudah menginformasikan jangan mengangkat guru honorer. Dalam praktiknya ada beberapa sekolah, kepala sekolah yang mengangkat guru honorer yang dibiayai oleh dana BOS,” ungkap Budi.

Budi bilang, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud diatur bahwa ada empat kriteria guru yang bisa dibiayai dengan dana BOS.