Sedangkan biro media pemerintah Gaza melaporkan 165 jurnalis Palestina telah terbunuh sejak perang Israel di Gaza dimulai.

Al Jazeera sendiri telah kehilangan empat jurnalis selama meliput operasi militer Israel di Gaza.

Dua di antara mereka adalah Samer Abudaqa dan Hamza Dahdouh yang tewas saat meliput aksi militer Israel.

Jurnalis Al Jazeera di Deir Al-Balah, Hind Khoudary, menyebut rompi penanda pers kini tidak bisa melindungi jurnalis dari aksi brutal Israel.

Al-Ghoul dan Al-Rifi pun diketahui mengenakan rompi pers saat dibunuh dalam serangan udara.

“Kami melakukan apa pun (untuk menjaga diri). Kami mengenakan rompi pers, helm, kami tidak mencoba pergi ke tempat yang tidak aman. Kami mencoba pergi ke tempat-tempat di mana kami bisa menjaga keamanan,” kata Khoudary.

“Namun, kami tetap diincar di tempat-tempat normal di mana penduduk yang normal berada,”tambahnya.

Presiden CPJ Jodie Ginsberg menyebut pembunuhan Al-Ghoul dan Al-Rifi menunjukkan strategi Israel menutup arus informasi dari Gaza.

Ginsberg menyebut perang Israel di Gaza menjadi konflik paling mematikan bagi jurnalis sejak organisasinya melakukan pemantauan 30 tahun lalu.

“Ini bukan hanya pola yang kita temukan dalam konflik ini, tetapi terlihat sebagai bagian dari strategi (Israel) yang lebih luas untuk mengambat informasi keluar dari Gaza,” kata Ginsberg. []