Kamboja, ERANASIONAL.COM – Sebanyak 35 Warga Negara Indonesia (WNI) di Kamboja kini masih ditahan dan berharap segera pulang ke Indonesia.

Tiga diantaranya sudah berada di imigrasi Kamboja, yaitu CL, RS, MS berasal dari wilayah Sulawesi Utara (Sulut).

Mereka menceritakan masa-masa sulit di Kamboja ketika dipaksa menjadi Scammer atau penipu online bagi sesama orang Indonesia.

Berikut adalah hal-hal yang diketahui soal 35 WNI di Kamboja yang dipaksa menjadi scammer atau penipuan online.

Kisah ini telah dirangkum Eranasional sejak 26 Juni hingga Sabtu 5 Agustus 2024. Dan Kabar 35 WNI ini masih akan terus berkembang.

Mendapatkan kabar kemalangan yang dialami tiga WNI ini sejak 17 Mei 2023. Eranasional menghubungi mereka.

Serta mencoba mengusahakan solusi terbaik dengan cara menghubungi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI melalui Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, hingga KBRI Phnom Penh Kamboja. Informasi telah ditindaklanjuti pihak-pihak tersebut.

Eranasional menghimpun keterangan dari Tiga WNI di Kamboja, yakni dari CL (27), RS (26), MS (24), dari Kementerian Luar Negeri RI, BP2MI dan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.

Berikut tujuh hal atau kisah soal 35 WNI di Kamboja, sampai saat ini:

1. Merasa ditipu Agen/Calo (Sindikat Paspor) Keimigrasian

Tiga WNI diantaranya terdiri dari CL, RS dan WS yang berasal dari Sulawesi Utara dan 32 orang lainnya yang berasal dari sekitar Medan Sumatera Utara.

Tiga WNI itu terdiri dari dua laki-laki dan satu perempuan.

Usia mereka bervariasi, yang termuda adalah 24 tahun dan yang paling tua adalah 27 tahun.

“Awalnya Kami diajak oleh seseorang Pria bernama Darius untuk berkerja di luar negeri, kami berkomunikasi sebatas via WhahsApp, kemudian setelah sepakat, kami berangkat ke Jakarta, pas di Jakarta kami dihubungi oleh seorang wanita bernama ci Erni dalam pembuatan paspor di imigrasi,”beber CL.

“Setelah dua hari tiba di Jakarta ada seorang wanita lagi bernama Irma, nah Irma ini yang berkordinasi dalam pembuatan paspor, data-data kami di minta semua, setelah itu diarahkan untuk datang ke Imigrasi Tangerang untuk proses buat paspor,” sambungnya.

Ketika sudah di Imigrasi, ada Irma dan seorang temannya, kita tinggal ikuti sesuai arahannya mereka.

Pokoknya Prosesnya tidak memakan lama sekitar 5-10 menit langsung foto, ditanya mau ke mana oleh pihak imigrasi Tangerang, udah sebatas itu saja, udah langsung selesai.

Anehnya kata CL, ketika paspor sudah jadi mereka tidak di kasih akan ke negara mana, tau-taunya besoknya langsung di suruh datang ke Bandara Soetta.

“Lantas pas tiba di sana kita ditemui lagi dengan orang yang berbeda, baru di situ kami ditunjukkan paspor dan tiket pesawat kami, anehnya lagi di tiket tersebut tujuan Vietnam, padahal di awal kita dijanjikan kerja di Thailand,”tuturnya.

Tidak sampai di situ, setibanya di Vietnam mereka di jemput lagi oleh beberapa orang yang berbeda lagi, kemudian diantar jalur darat hingga ke perbatasan Kamboja.

“Setelah itu pengecekan di imigrasi lolos, baru kita tiba di tempat kerja itu,”cerita CL.

Sebelumnya, pekerjaan yang di janjikan sebagai call center, petugas kebersihan diperkantoran. Adapun gaji yang akan mereka terima sebesar Rp 12 juta per bulan.

2. Dipaksa Menjadi Scammer/penipuan online

Mereka dipaksa bekerja menjadi penipu secara daring atau online scammer.

Mereka bekerja di depan komputer, alat komunikasi, dan aplikasi-aplikasi, selama enam hari sepekan, kadang tujuh hari sepekan.

“Sesampai di Kamboja, kami di sini tidak dipekerjakan sebagai call center service melainkan bekerja sebagai scammer, penipuan online dan sejenisnya,” kata CL.

3. Menipu sesama WNI yang di Indonesia

Mereka tidak hanya dipaksa menjadi scammer, tapi juga diminta menjadi scammer dengan korban adalah sesama orang Indonesia juga.

Mereka menipu sesama orang Indonesia lewat aplikasi pencarian jodoh bernama Tantan, medsos Instagram, Facebook dll, melancarkan bujuk rayu asmara, dan mengarahkan korban ke aplikasi judol dan sejenisnya.

“Nomor orang Indonesia. Semua yang kita tipu nomor orang Indonesia semua,” cerita CL, kepada Eranasional pada 29 Juli 2024 lalu.

4. Gaji belum full dibayar

Risaldi, salah satu dari 26 WNI, menjelaskan janji dari agen berupa gaji Rp 12 juta per bulan tidak pernah terealisasi.

Padahal mereka dipekerjakan lebih dari delapan jam per hari dan kadang harus bekerja pada hari Minggu, satu-satunya hari libur yang mereka dapatkan. Begitulah pengakuan mereka.

Para WNI menerima sekitar USD 400 atau USD 350 saja atau sekitar Rp 5 juta hingga RP 6 juta.

“Pada bulan kedua, gaji belum dibayar penuh,” jelas Risaldi.

5. Disetrum apabila tidak masuk kerja

Tak hanya jam kerja yang tidak wajar, ataupun gaji yang tidak sesuai dengan harapan.

Mereka menyebutkan apabila tidak masuk kerja sehari saja mereka akan mendapatkan hukuman Setrum.

6. Dijemput polisi Kamboja

KBRI Phnom Penh berkoordinasi dengan aparat Kamboja untuk mengamankan tiga WNI itu pada 21 Juni.

Kemudian 25 Juni, Polisi Kamboja bergerak ke lokasi kerja tiga WNI itu, yakni di Mocbai Bavet, daerah Kamboja dekat perbatasan dengan Vietnam.

“Sudah diselamatkan oleh polisi daerah, provinisi Svay Rieng,” kata KBRI Phnom Penh kepada Eranasional.com.

Selanjutnya, tiga WNI menunggu di Kantor Polisi Provinsi Svay Rieng.

Perkembangan terbaru, Selasa 30 Juli 2024 kemarin, mereka dibawa ke Ibu Kota Phnom Penh untuk menjalani pemeriksaan oleh Keimigrasian Kamboja.

7. Upaya Pemerintah (Kemlu-KBRI, BP2MI)

KBRI Phnom Penh mendorong pihak Keimigrasian Kamboja agar mempercepat proses pemulangan tiga WNI yang selama ini masih menunggu di kantor polisi.

KBRI juga mendorong agar hak-hak tiga WNI itu terpenuhi.

“Kemlu dan KBRI Phnom Penh akan terus mendorong proses keimigrasian Kamboja agar para WNI dapat secepatnya pulang ke Tanah Air, dan terpenuhi hak-haknya sesuai hukum yang berlaku,” kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, dalam keterangan tertulisnya.

Judha mengatakan pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan keimigrasian Kamboja, apakah tiga WNI ini korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau bukan.

“Kita tunggu hasil pemeriksaan, apakah mereka dikategorikan sebagai korban TPPO atau nonprosedural,” pungkas Judha. []