Harvey kemudian meminta biaya pengamanan dengan dalih coorporate sosial responsibility (CSR) kepada empat smelter swasta sebesar 500 dolar AS sampai dengan USD750 per ton tiap pengiriman komoditas.

Empat smeter swasta tersebut yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa.

Selain itu, Harvey juga didakwa telah menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk pelogaman Timah smelter swasta yang tidak memiliki competent person atau CP antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah Tbk.

Harvey juga melakukan negosiasi harga adanya studi kelayakan atau kajian mendalam.

Jaksa menyebut harga sewa peralatan processing pelogaman timah sebesar 3.700 dolar AS per ton SN di luar harga bijih timah yang harus dibayar oleh PT Timah kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa.

Sementara, khusus PT Refined Bangka Tin, yakni smelter yang diwakili Harvey, diberi harga sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar 4.000 dolar AS per ton SN.

Harvey Moeis juga didakwa menerima biaya pengamanan dari empat perusahaan smelter melalui Helena Lim selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange.

Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.

“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” tegas jaksa. []