“Memutus kredit PT. Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT. Sritex bukan termasuk kategori debitur prima,” kata Nurcahyo.

Lalu, tersangka Yuddy Renaldi (YR) selaku Direktur Utama PT Bank BJB tahun 2019-Maret 2025 berperan sebagai Komite kredit pemutus tingkat pertama, memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT. Sritex sebesar Rp350 miliar.

“Walaupun ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK menyampaikan bahwa PT. Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp 200 miliar,” ungkapnya.

Tersangka kelima, Benny Riswandi (BR) selaku Senior Executive Vice Presiden (SEVP) Bisnis Bank BJB tahun 2019 -2023 berperan sebagai Komite kredit kantor pusat empat yang memiliki kewenangan memutus kredit modal kerja Rp 200 miliar, namun tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition).

Benny, kata ia, dalam melakukan evaluasi pemohonan kredit yang diajukan PT. Sritez, tidak pernah melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit, divisi bisnis dan divisi credit risk maupun pimpinan divisi korporasi dan komersial.

“Benny hanya percaya terkait pemaparan yang disampaikan pimpinan divisi korporasi dan komersial,” ujarnya.

Sementara terkait pemberlakuan jaminan clean basis atau tanpa jaminan fisik semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan bahwa Sritex telah go public selama tiga tahun dan laporan keuangan selalu baik, sedangkan Benny mengetahui PT. Sritex mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor serta peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa bank.

Kemudian tersangka Supriyatno (SP) selaku selaku Direktur Utama Bank Jateng tahun 2014-2023 berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.

Nurcahyo menyebut, Supriyatno tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex.

Supriyatno juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko.