Jakarta, ERANASIONAL.COM – Pada peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyoroti kondisi penegakan hukum di Indonesia yang masih belum sepenuhnya merdeka.

Dalam refleksinya, Azmi menyatakan bahwa meskipun Indonesia telah berdiri tegak selama 80 tahun, praktik penegakan hukum masih sering kali “berdiri pincang”.

Menurut Azmi, kemerdekaan secara politik telah diraih, namun kemerdekaan hukum masih menjadi sebuah janji yang tertunda.

“Hukum kadang bersuara lantang di hadapan rakyat kecil, namun berbisik lirih di hadapan penguasa,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya kepada Eranasional Minggu (17/8).

Ia pun menambahkan bahwa hukum tampak gesit menjerat pelaku pencurian kecil, tetapi ragu ketika menghadapi kasus-kasus yang melibatkan kekuasaan dan harta.

Azmi menekankan bahwa penegakan hukum di Indonesia perlu diperbaiki untuk mencapai keadilan yang dirasakan oleh semua orang tanpa memandang status, kekuasaan, atau harta.

“Hukum yang adil adalah hukum yang melindungi rakyat yang lemah, hukum jadi sarana kesejahteraan bagi sebanyak-banyaknya rakyat bukan hanya untuk mengukuhkan segelintir kelompok yang kuat,” katanya.

Dalam usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, Azmi menyerukan perlunya keberanian untuk membersihkan luka korupsi, menutup ruang negosiasi dan jual beli di “pasar gelap” hukum, serta menghapus diskriminasi dalam proses penegakan hukum.

“Kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat tidak lagi takut atau alergi pada hukum, melainkan patuh dan percaya pada hukum,” tuturnya.

Azmi menyimpulkan bahwa tugas saat ini bukan hanya menjaga agar hukum tetap hidup, tetapi memastikan hukum hidup dengan martabat sebagai panglima keadilan.

“Saat itulah hukum benar-benar hidup, dan kemerdekaan Indonesia menyempurnakan makna janji kemerdekaannya,” Pungkasnya.