Maka dari itu untuk menuntaskan permasalahan penguasaan dan pemilikan tanah, dikenalkanlah program Reforma Agraria untuk memberikan legalitas aset berupa tanah masyarakat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) maupun Redistribusi Tanah.
“Situasi hari ini, khusus Redistribusi Tanah bagian terbesar adalah pelepasan kawasan hutan yang sejauh ini baru berhasil dieksekusi 5,14%, barangkali ini perlu menjadi catatan dan pertanyaan mengapa demikian, apa yang menjadi hambatan, sejauh mana hal-hal ini relevan dengan konteks Sumbar,” ucap Wamen ATR/Waka BPN.
Untuk mengoptimalisasi pelaksanaan Reforma Agraria khususnya di daerah, Wamen ATR/Waka BPN mengungkapkan sudah difasilitasi dengan dasar hukum yang kuat, mulai dari surat edaran yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri kepada seluruh Gubernur guna memastikan dibentuknya GTRA, juga termasuk menginventarisasi peluang-peluang pemanfaatan anggaran daerah untuk mencari subjek dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Selain itu dasar hukum lain yang menguatkan adalah adanya turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yakni Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, di mana pada pasal 4 menegaskan keberadaan yang istilahnya hak pengelolaan yang bisa diberikan pada tanah negara dan tanah ulayat.
“Ini bisa jadi peluang, diskusikan lagi, kritisi melalui forum ini, apakah memang peraturan ini bisa membantu atau mengisi kekosongan atau kebutuhan yang secara nyata dirasakan di Sumbar khususnya di komunitas masyarakat hukum adat,” jelas Surya Tjandra.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan